Bubarkan, Koperasi Rasa Rentenir

Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonimi Strategis (AKSES) Suroto (Foto: Ali For TIM)
Sumber :

Meski jumlah koperasi di Indonesia sangat banyak, namun kenyataannya tidak menunjukkan kualitas dari koperasi. Untuk itu, perlu dilakukan rasionalisasi koperasi, salah satunya yakni melalui pembubaran koperasi papan nama dan rentenir yang berbaju koperasi.

Pembubaran koperasi oleh pemerintah untuk menjaga citra koperasi ini sangat penting. Apalagi payung hukum itu sudah diatur dalam UU No. 25 tahun 1992 dan juga diatur melalui PP dan Permen dan sekarang, hanya tinggal menjalankan saja.

"Kita pernah menjadi pemilik koperasi terbanyak di dunia dengan jumlah 212.334 pada tahun 2014. Sementara kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto ( PDB) pada saat itu hanya 1,7 persen," kata Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis ( AKSES), Suroto, di Jakarta, Minggu (03/02/2019).

Dikatakannya, saat ini Kementerian Koperasi dan UKM ( Kemenkop dan UKM) memang telah melakukan rasionalisasi dan membubarkan koperasi-koperasi papan nama dan Rentenir berbaju Koperasi.

"Tapi upaya ini sebetulnya dirasakan masih sangat lamban," katanya.

Untuk diketahui, Dari tahun 2014 -2018 Koperasi Papan Nama baru dibubarkan sekitar 62 ribu koperasi. Padahal potensi yang masih papan nama itu masih sekitar 80 ribu lagi.

"Belum lagi rentenir yang berbaju koperasi," katanya.

Dia mengatakan bahwa seharusnya, pembubaran koperasi ini dilakukan dalam kebijakan short term, jangka pendek setahun saja.

"Sebab nama koperasi selama ini sudah begitu rusak oleh koperasi papan nama dan rentenir berbaju koperasi ini," katanya.

"Kenapa kebijakan pembubaran koperasi ini perlu dianggap penting dikerjakan dengan sangat cepat? ini diperlukan untuk melakukan "shock therapy". Agar masyarakat luas tahu bahwa selama ini cara berkoperasi kita itu salah. Dirikan koperasi hanya untuk mengejar bantuan dan juga insentif dari luar lainnya," tambah dia.

Suroto menilai bahwa, Mental mencari bantuan ini sudah secara akut merusak mental masyarakat dan hancurkan kemandirian koperasi sebagai pilar utama berkembangnya koperasi yang baik.

Lantaran, upaya pembubaran Koperasi papan nama dan rentenir berbaju koperasi terlalu lama, bahkan sudah munculkan lagi ide-ide untuk mengembalikan bantuan-bantuan sosial ke koperasi yang sudah dihilangkan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2018 tentang Bantuan Sosial dan Hibah.

Salah satu penyebab yang menjadi penghambat koperasi tidak lekas berkembang dengan baik yakni lantaran motivasi masyarakat untuk dirikan koperasi itu hanya kejar insentif dari luar.

"Apakah itu bantuan atau program bukan rasionalitas bisnis," kata Suroto.

"Motivasi pendirian koperasi kita kebanyakan palsu. Ini menyebabkan kegagalan dini dari koperasi, atau istilahnya menyebabkan koperasi layu sebelum berkembang," tambah dia.

Jadi, sebetulnya, kata dia, masih banyak hal-hal lain yang menyebabkan koperasi kita sulit berkembang. Termasuk dalam aspek regulasi tentang ekonomi dan kemasyarakatan kita yang diskriminatif terhadap koperasi.

"Koperasi kita jadi kerdil dan keluar dari lintas bisnis modern. Koperasi kita sudah sejak dulu dihambat di tingkat regulasi agar hanya jadi urusan bisnis kecil-kecilan. Karenanya, rentenir yang berbaju koperasi harus dibubarkan," katanya. (*)