Mau Dieksekusi Kejaksaan, Buni Yani Ngadu ke Fadli Zon

Buni Yani temui Wakil Ketua DPR Fadli Zon
Sumber :
  • VIVA.co.id/Lilis Khalis

VIVA – Buni Yani kembali jadi sorotan, karena akan dieksekusi Kejaksaan Negeri Depok, untuk dijebloskan ke penjara, terkait kasus ujaran kebencian.

Buni Yani pun mengadu kepada Wakil Ketua DPR, Fadli Zon dan Fahri Hamzah di gedung DPR, Jakarta, Jumat 1 Februari 2019. Buni menyampaikan sejumlah hal yang janggal dari kasus hukumnya.

"Saya sekalipun tak pernah mangkir mengikuti semua proses itu, karena ingin menjaga nama baik kita. Selama pemeriksaan, memang ini amat banyak hal-hal yang janggal," kata Buni, saat bertemu Fadli Zon dan Fahri Hamzah di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan, dalam kasus ini dilaporkan atas pasal 27 ayat 3 tentang Pencemaran Nama Baik dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Unggahan videonya dianggap mencemarkan nama baik mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Saya dilaporkan pasal 27 ayat 3, lalu diperiksa pasal 28 ayat 2. Setelah P21 naik, dianggap lengkap berkasnya. Saya disidang, saya didakwa dua pasal alternatif pasal 28 ayat 2 dan pasal 32 ayat 1 UU ITE," kata Buni.

Ia heran, lantaran pasal diubah ke pasal 32 ayat 1 tentang menambah, mengurangi, dan transmisi dokumen elektronik. Buni mempertanyakan, munculnya pasal 32 ayat 1 yang dianggap tak satu cluster dengan pasal 28 ayat 2. Sebab, ia berargumen pasal 32 ayat 1 ini belum pernah diperiksa terhadapnya sama sekali.

"Apa dasarnya jaksa menuntut saya menggunakan pasal ini, padahal enggak ada barang buktinya, enggak ada BAP (berita acara pemeriksaan)-nya di Polda. Makanya, kita sebut di pembelaan kami, pasal bim salabim, karena tiba-tiba muncul seperti orang main sulap. Kami bantah," jelas Buni.

Kemudian, ia menduga, jaksa tak yakin dalam kasus yang menjeratnya. Maka itu, Kejaksaan  menyodorkan dua pasal yang diklaim hanya mencari kesalahannya. Ia menuding, jaksa sendiri pun bingung.

"Saya berkesimpulan, jaksa ini betul-betul pokoknya harus bersalah ini orang, apapun fakta-fakta yang muncul di sana, dia akan mencari salah saya di mana," ujar Buni.

Lebih lanjut, ia menekankan pada persidangan ke 17 saat penuntutan, dia dituntut dengan pasal 32 ayat 1 UU ITE. Lalu, pasal 28 ayat 2 malah dihilangkan. Ia menduga, karena tak bisa dibuktikan dengan pasal 28 ayat 2, maka dipakai pasal 32 ayat 1.

"Saya dituntut pasal 32 ayat 1, waktu vonis betul kata hakim saya secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 32 ayat 1. Yang tak pernah saya lakukan, jadi saya menolak, sehingga saya banding dan kasasi dan kalah terus," kata Buni.

Buni Yani sebelumnya divonis Pengadilan Negeri Bandung 1,5 tahun penjara pada November 2017. Buni divonis terkait tuduhan melanggar Pasal 32 ayat 1 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Buni dinyatakan bersalah, karena mengubah dan menghilangkan kata pakai dalam video pidato eks Gubernur DKI Jakarta Basuki, Tjahaja Purnama atau Ahok. Pengubahan ini membuat Buni terbukti menambahkan narasi provokatif.

Tak terima dengan vonis tersebut, Buni sempat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, MA menolak kasasi tersebut. (asp)