Tim Buni Yani Sebut Putusan Tak Jelas, MA Buka Suara
- VIVA/Adi Suparman
VIVA – Juru bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro mengatakan, putusan hakim kasasi adalah upaya hukum terakhir dan mengandung nilai eksekutorial.
"Keputusan kasasi adalah upaya hukum yang biasanya terakhir. Jadi ketika disampaikan pihak-pihak dalam ini penuntut umum dan terdakwa sudah mengandung nilai eksekutorial," ujar Andi di Gedung Mahkamah Agung, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat, 1 Februari 2019.
Hal itu dikemukakan Andi menanggapi penolakan kasasi yang diajukan Buni Yani, terpidana kasus Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), oleh Mahkamah Agung. Tim kuasa hukum Buni Yani menilai, putusan MA tidak jelas dan tidak punya kepastian hukum.
Andi menegaskan, putusan kasasi sudah berkekuatan hukum. Dengan begitu, pihak yang berkepentingan dapat mengeksekusi dan menyesuaikan dengan prosedur yang sudah ditetapkan.
"Apanya yang tidak jelas? Ya itu kan urusannya. Tapi kita sudah menyatukan putusan kemudian dikirim ke pengadilan, lalu pengadilan pengaju meneruskan kepada pihak-pihak. Tidak ada dimuat perintah untuk ditahan jika tidak perlu oleh putusan begitu. Putusan MA terakhir dari upaya biasa," ujarnya.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Buni Yani menyatakan, putusan Mahkamah Agung yang telah menolak permohonan kasasi kliennya terkait kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik, tidak jelas atau kabur, dan tidak punya kepastian hukum.
Kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian mengatakan, tim kuasa hukum telah mempelajari dan mengkaji petikan maupun salinan putusan yang telah diterima pada Rabu, 30 Januari 2019.
"Jadi baik itu petikan, maupun salinan, isinya kurang lebih sama. Ini yang buat kita bingung, karena kita anggap ini putusan kabur dan tidak mempunyai kepastian hukum," kata dia di kantornya, Jakarta, Rabu malam, 30 Januari 2019.
Aldwin menyampaikan dua poin yang diutarakan dalam putusan tersebut. Pertama, yaitu menolak kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Depok maupun yang disampaikan oleh terdakwa, yakni Buni Yani. Kedua, yakni membayar biaya perkara sebesar Rp2.500.
"Artinya buat kami ini kabur, tidak jelas. Artinya apa yang mau dieksekusi. Bisa, tapi Pak Buni hanya membayar biaya perkara tingkat kasasi Rp2.500 saja kan berarti," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Sufari menegaskan pihaknya sudah menerima salinan putusan Mahkamah Agung atas penolakan kasasi Buni Yani. Sufari mengatakan, salinan putusan sudah diterima pihaknya sejak lima hari lalu.
"Jadi proses ini sudah berjalan cukup lama dan kurang lebih lima hari yang lalu salinan putusan dari pada perkara tersebut kami terima. Di mana isi dari hasil tersebut adalah menolak kasasi dari penasihat hukum dengan terdakwa Buni Yani,” kata Sufari saat ditemui wartawan, Kamis 31 Januari 2019.
Dengan adanya salinan atas putusan tersebut, lanjut Sufari, maka pihaknya dalam waktu dekat bakal melakukan eksekusi penahanan terhadap Buni Yani.
Buni Yani divonis satu tahun enam bulan penjara di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, 14 November 20187 Ia terbukti melanggar Pasal 32 ayat 1 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Buni Yani dinyatakan bersalah lantaran mengubah dan menghilangkan kata "pakai" dalam video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Tak terima dengan vonis tersebut, Buni sempat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Namun, permohonan banding itu ditolak. Jaksa dan Buni Yani lantas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kemudian MA menolak kasasi tersebut. (art)