Kemenag Klaim Biaya Haji Indonesia Termurah se-ASEAN

Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Ramadhan Harisman
Sumber :
  • Dok. Kementerian Agama

VIVA – Kementerian Agama mengklaim biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) Indonesia adalah yang paling murah di antara negara-negara ASEAN. 

Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Ramadhan Harisman  mengatakan, rata-rata BPIH Indonesia pada 2015 sebesar US$2.717 atau Rp38 juta. Sementara tiga tahun berikutnya adalah US$2.585 di 2016, US$2.606 di 2017, dan US$2.632 di 2018. 

“Hasil kajian kami, dalam rentang 2015–2018, BPIH Indonesia adalah yang paling rendah dibanding Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura,” ujarnya di Jakarta, dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa 29 Januari 2019. 

Diungkapkan Ramadan, dalam empat tahun terakhir, rata-rata biaya haji Brunei Darussalam berkisar di atas US$8.000 atau sekitar Rp112 juta. Persisnya, US$8.738 (2015), US$8.788 (2016), US$8.422 (2017), dan US$8.980 (2018). 

Untuk Singapura, rata-rata di atas US$5.000 atau Rp70 juta, yaitu: US$5.176 (2015), US$5.354 (2016), US$4.436 (2017), dan US$5.323 (2018). Sementara Malaysia, rata-rata biaya haji sebesar US$2.750 atau Rp38,5 juta (2015), US$2.568 (2016), US$2.254 (2017), dan US$2.557 (2018).

Sekilas BPIH Indonesia lebih tinggi dari Malaysia. Namun, katanya, sebenarnya lebih murah. Sebab, dari biaya yang dibayarkan jemaah, ada US$400 atau setara SAR1500 yang dikembalikan lagi kepada setiap jemaah sebagai biaya hidup di Tanah Suci.

“Saat pelunasan, jemaah membayar BPIH yang di dalamnya termasuk komponen biaya hidup. Komponen biaya tersebut bersifat dana titipan saja. Saat di asrama haji embarkasi, masing-masing jemaah yang akan berangkat akan menerima kembali dana biaya hidup itu sebesar SAR1500,” katanya.

“Jadi riil biaya haji yang dibayar jemaah haji Indonesia adalah US$2.312 di 2015, US$2.185 di 2016, US$2.206 di 2017, dan US$2.232 di 2018,” ujarnya.

Meski biaya haji Indonesia lebih rendah, namun layanan kepada jemaah haji tetap menjadi prioritas utama Pemerintah dan DPR. Hal ini, kata Ramadan, antara lain ditandai dengan terus meningkatnya kualitas akomodasi jemaah, baik di Makkah maupun Madinah. Sejak 4 tahun terakhir hotel yang ditempati jemaah minimal berkualitas setara bintang 3.

Selain itu, layanan konsumsi juga terus meningkat dalam 4 tahun terakhir. Kalau pada tahun 2015, jemaah mendapat layanan 12 kali makan di Makkah, jumlah ini bertambah menjadi 15 kali di 2016, 25 kali di 2017, dan 40 kali di 2018. 

“Dari sisi kualitas, Pemerintah juga mensyaratkan para penyedia konsumsi untuk memperkerjakan chef (juru masak) serta bumbu masakan dari Indonesia,” ucapnya.