Orang Indonesia Bisa Di-bully di Australia gara-gara Baasyir
- Humas Kementerian Hukum dan HAM
VIVA – Pemerhati hubungan internasional Indonesia-Australia, Nadirsyah Hosen menilai, protes sebagian besar masyarakat Åustralia, atas kebijakan Indonesia membebaskan tanpa syarat narapidana terorisme Abu Bakar Ba’asyir lebih karena kesalahpahaman semata.
Menurut warga Indonesia yang menjadi dosen pada Monash University itu, mayoritas rakyat Australia mengira Ba’asyir dihukum karena kasus keterlibatan dalam peledakan bom di Bali dan Hotel JW Marriot, Jakarta, yang sebagian korbannya adalah warga Australia. Padahal, Ba’asyir dihukum, karena terbukti membiayai pelatihan paramiliter di Aceh dan mendukung terorisme.
Meski hukuman penjara Ba’asyir sekarang bukan karena kasus bom Bali dan JW Marriot, katanya, masyarakat Australia telanjur menganggap Ba’asyir tokoh utama, alias mastermind peledakan bom di Bali dan di Hotel Marriot. Sulit juga memisahkan Ba’asyir dengan sejumlah aksi teroris di Indonesia.
Sejauh ini, berdasarkan pengamatan Nadirsyah, protes masyarakat Australia masih wajar. Namun, kalau kabar pembebasan Ba’asyir itu terus-menerus dimanfaatkan oleh para politikus di Australia, bukan mustahil eskalasi protes akan lebih keras lagi di masa mendatang. Lagi pula, seperti halnya di Indonesia, Australia memasuki tahun politik sekarang.
Nadirsyah, bahkan mengkhawatirkan gelombang protes itu dapat berdampak pada masyarakat Indonesia di Australia. “Khawatirnya akan terjadi bully (ejekan atau cemoohan) pada waga Indonesia, kalau politisi Australia terus-menerus mem-blow up kasus ini,” katanya dalam perbincangan dengan tvOne pada Selasa pagi, 22 Januari 2019.
“Eskalasinya (bisa) akan meningkat,” Nadirsyah memperingatkan. “Situasi akan berubah cepat karena kedua negara memasuki tahun politik. Semua politisi dari partai manapun dan negara mana pun akan memanfaatkan isu politik untuk mengangkat poularitasnya.”
Hal yang paling mudah bagi politikus Australia, untuk memanfaatkan kabar pembebasan Ba’asyir, kata Nadirsyah, ialah menghubung-hubungkannya dengan masalah internasional lainnya, misal, pengakuan Australia pada Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Sebab, Australia mempertimbangkan desakan Indonesia agar menunda memindahkan kedutaan besarnya di Yerusalem.
Australia akan menyoal kebijakan Indonesia dalam pembebasan Ba’asyir dan mengungkit desakan Indonesia pada negara itu soal Yerusalem. “Australia akan mempertanyakan, kenapa Indonesia tidak mempertimbangkan kedaulatan kami.” (asp)