Kerugian Jokowi Bebaskan Ba'asyir dan Kemunculan Semangat Jihad
- Zahrul Darmawan
VIVA – Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Aceh, Al Chaidar, menilai bahwa upaya pemberian grasi atau pembebasan terhadap Ustaz Abu Bakar Ba’asyir akan mengubah akidah politik atau ideologi calstanding dari seorang yang dianggap sebagai tokoh karimastik terakhir dalam pergerakan jihad di Indonesia. Kondisi ini dianggap dapat menyebabkan perbedaan pendapat di kelompok para pengikut Abu Bakar.
“Kebanyakan dari mereka itu mayoritas mencurigai upaya pembebasan Abu Bakar Ba’asyir ini dengan cara grasi. Walaupun banyak dari mereka juga yakin ini tanpa syarat, tapi ternyata ini bersyarat,” kata Al Chaidar, Senin, 21 Januari 2019.
Hal yang membuat kalangan pengikut tidak setuju, kata Al Chaidar, soal larangan tidak boleh menerima tamu dan mengisi ceramah. Kemudian, kelompok pengikut setia Abu Bakar Ba’asyir beranggapan, apa yang diputuskan pemerintah terhadap Ba’asyir tak lain hanya untuk meraup suara konstituen muslim dalam Pilpres 2019.
"Sebenarnya menurut mereka sudah tidak berhasil lagi. Hanya sedikit yang mau menyampaikan kritik, bahwa sebaiknya Ustaz Abu tidak mengambil tawaran pembebasan atau grasi itu. Sisanya sekitar 90 persen, alhamdulillah bersyukur bebas. Nah yang 10 persen ini sumbu pendek,” ujar Al Chaidar.
Dirinya menyakini, pembebasan Abu Bakar Ba’asyir tidak menjamin aksi terorisme berakhir. Bahkan ada beberapa penelitian yang beranggapan dia masih berhubungan dengan Jamaah Ansharut Tauhid atau JAT yang keterlibatan terakhirnya di Surabaya, beberapa tahun lalu .
“Nah mereka ini ingin Ustaz Abu itu tidak lepas dari penjara, berharap menghabiskan masa penahanannya sampai terakhir kalau bisa meninggal di penjara untuk semakin meneguhkan posisi revolusionernya dia, radikalnya dia,” kata Al Chaidar.
Paham-paham atau pola pikir seperti itu adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi kelompok radikal. Ini menunjukkan bahwa perlawanan kelompok radikal terus ada sampai mati di penjara. Karena meninggal di medan jihad.
“Ada kebanggaan jika dia betul-betul ulama yang meninggalnya dalam keadaan di penjara oleh penguasa. Kalau meninggalnya di penjara berarti di medan jihad, tapi kalau tahanan rumah di tempat tidur, bukan di medan jihad, bukan mati syahid. Itu anggapan mereka,” katanya.
Ancaman bagi negara
Pemerintah, kata Al Chaidar, harus memikirkan juga ketika Ba’asyir dibebaskan. Melalui ceramahnya, Ba’asyir tentu akan meningkatkan semangat perlawanan terhadap pemerintah.
“Hal yang paling real yang dapat dibayangkan siapa pun, kalau dia memberikan ceramah, dia bertemu dengan banyak orang. Apalagi nanti jika ada orang yang meminta dia melakukan baiat. Nah kalau sudah meminta baiat itu sudah bahaya betul, tak bisa dianggap remeh,” katanya
Kemudian, Chaidar juga menilai pemberian grasi kepada Ustaz Ba’asyir akan memicu kemarahan dari negara tetangga, seperti Australia, Amerika, dan negara lain yang banyak warga negara mereka menjadi korban terorisme di Indonesia.
“Kebanyakan terorisme memang dikaitkan dengan ketokohan Ustaz Ba’asyir,” ujarnya.
Dampak dari kekecewaan sejumlah negara asing itu adalah ketidakpercayaan terhadap pemerintah Indonesia. Kemudian hal ini akan berimbas pada bantuan ke Indonesia untuk memerangi terorisme maupun dalam memperbaiki infrastruktur.
“Ini yang harusnya menjadi penting, sebuah pertimbangan bagi Jokowi sekarang, karena dia adalah pemimpin yang diharapkan berasal dari kalangan non santri yang lebih diharapkan mampu membawa program yang lebih sekuler bagi Indonesia,” katanya. (ase)