Menteri Agama: Ada Orang Menyalahgunakan Nama Pesantren
- VIVA/Putra Nasution
VIVA – Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin mendukung langkah DPR membahas Undang-Undang tentang Pondok Pesantren.
Lukman menilai, UU itu penting demi kemajuan pendidikan Islam, agar pesantren terus mendapatkan perhatian dari pemerintah. "Pesantren itu jangan disalahpahami. Saya setuju seribu persen," katanya saat berkunjung ke Medan, Sumatera Utara, Selasa, 8 Januari 2019.
Dia mengatakan tidak setuju jika pesantren dilihat dengan sisi negatif karena mengajar paham radikal sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Kalau pun ada yang melakukan itu, bukan salah aparat penegak hukum. “Karena memang ada orang-orang yang menyalahgunakan nama pesantren ini," ujarnya.
Pesantren harus dijaga marwahnya sebagai lembaga pendidikan. Tidak boleh ada orang menggunakan nama pesantren untuk hal-hal yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.
"Tidak ada kitab yang diajarkan. Aktivitasnya hanya mempelajari kanuragan, bela diri—pokoknya ilmu tenaga dalam. Padahal tidak ada kiainya, masjidnya, kurikulum kepada santrinya, tapi menggunakan nama pesantren," katanya.
Melalui UU itu, menurut Lukman, pemerintah menginginkan pesantren menjadi wadah menciptakan generasi yang cerdas secara Islami dengan mengikuti perkembangan zaman.
Pesantren adalah tempat untuk mengajarkan agama. Dalam UU diatur syarat tentang dasar pembentukan pesantren sehingga tidak bisa lagi ada yang mengaku mendirikan pesantren tapi isinya tidak sesuai.
"Kemudian dituduh oleh aparat penegak hukum kita yang tidak tahu. Apa sih sebenarnya pesantren. Lalu kemudian, yang jelek inilah memberikan getah kepada pesantren," ujarnya.
UU Pesantren disahkan oleh DPR pada 16 Oktober 2018, menyusul posisi pesantren sebagai lembaga pendidikan belum sepenuhnya mendapat perhatian pemerintah. Porsi anggaran yang diberikan pemerintah kepada pesantren tak sebesar lembaga pendidikan lain.
Sepuluh fraksi di DPR menyatakan sepakat mengesahkan RUU inisiatif DPR. UU yang diusulkan Fraksi PKB dan Fraksi PPP itu telah dibahas di internal badan legislasi sebelum diajukan ke paripurna.