Begini Kondisi Belajar Mengajar di Sekolah Lokasi Bencana di Tanah Air
- Dokumentasi KPAI
Ratusan pelajar di kawasan yang dilanda bencana dalam lima bulan terakhir, Lombok Utara, Palu dan Lampung Selatan memulai tahun ajaran baru di tempat pengungsian dan tenda.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BNPB, mencatat, lebih dari 1500 gedung sekolah rusak akibat gempa di Lombok dan bencana di Palu, dan jumlah ini belum termasuk akibat tsunami Selat Sunda yang melanda Lampung Selatan dan Banten.
Di Lombok, kegiatan belajar mengajar menggunakan tenda darurat, karena lebih dari 600 gedung rusak. Sementara gempa dan tsunami di Palu dan Donggala menyebabkan lebih 950 sekolah rusak.
Jumlah sekolah yang rusak di Banten akibat tsunami Selat Sunda Desember lalu masih didata.
Sekolah di tenda darurat di Lampung Selatan
Di gedung olah raga Kalianda, Lampung Selatan, terdapat sekitar 130 anak dari sekitar 1.000 orang yang mengungsi.
Salah seorang pengungsi, Khotib dari Pulau Sebesi, mengatakan tiga tenda disiapkan Senin (07/01) tak jauh dari gedung olah raga, sebagai sekolah darurat.
"Lokasinya di stadion samping gedung olahraga, jadi anak-anak nggak terganggu sama pengungsi lain, begitu juga sebaliknya," kata Khotib.
Menurut staf khusus Bupati Lampung Selatan, Firdaus, kegiatan belajar mengajar pada hari pertama sekolah tahun 2019 ini berlangsung kurang lebih tiga jam.
Para murid bergantian dalam tenda karena kelas terbagi menjadi beberapa sesi.
"Mereka ceria ya, karena sebelumnya sudah mengikuti trauma healing jadi semangat di pengungsian," kata Firdaus.
Firdaus mengatakan Pemda setempat akan mengumpulkan para siswa dan membagi rotasi jam masuk di sekolah-sekolah yang tak rusak, agar kegiatan belajar tak terganggu lama.
Kegiatan belajar mengajar di Palu mendekati normal
Di Palu, yang dilanda gempa dan tsunami pada akhir September lalu, kegiatan belajar mengajar belum sepenuhnya normal.
Banyak siswa yang mengungsi keluar dari ibu kota Sulawesi Tengah itu, seperti diceritakan salah seorang guru, Mufidah.
"Banyak siswa kami yang mengungsi di luar (Kota Palu), orang tua membawa mereka ke pengungsian, jadi kegiatan belajar mengajar `dititipkan` di sana," kata Mufidah.
Sementara salah seorang pelajar yang sekolahnya rusak mengatakan masih ada fasilitas yang diperbaiki.
"Kelas-kelas masih diperbaiki, diperiksa teknisi, saya belajar di lab (laboratorium) awal-awal sempat belajar di aula sekolah," kata Dina Reza, seorang siswi kelas XI di Kota Palu.
Sekolah masih tidak nyaman di Lombok Utara
Di Lombok Utara, yang dilanda gempa besar pada awal Agustus lalu, kegiatan belajar mengajar sudah kembali normal. Pemda setempat memerlukan waktu lima bulan agar para pelajar bisa sekolah di bangunan semi permanen dan bukan tenda lagi, menurut Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar.
"Walaupun fasilitas belum lengkap seperti sebelum gempa terjadi, kegiatan belajar mengajar sudah normal...anak-anak belajar di sekolah darurat, alhamdulillah sudah tidak ada yang belajar di tenda atap terpal dan alang-alang kering," kata Najmul.
Menurut Najmul, anak-anak usia sekolah sudah tidak ada lagi di pengungsian, karena orang tua mereka sudah memiliki rumah, meski semi permanen.
Walaupun kegiatan belajar mengajar sudah normal, namun Najmul menyatakan fasilitas yang ada masih tidak nyaman bagi anak-anak.
Ia mengatakan puing-puing bangunan sekolah masih berserakan dan jalan masih banyak yang rusak.
"Infrastruktur seperti jalan masih rusak sehingga anak-anak tidak nyaman bersekolah," kata Najmul.