Korban Tsunami di Banten Masih Khawatir Anak Krakatau Terus Bergejolak
- abc
Dasep Habibi tidak mampu menceritakan apa yang dialami dia dan keluarganya ketika terjadi tsunami bulan lalu di Banten, tanpa menguraikan air mata.
Pria berusia 31 tahun tersebut dan istrinya berhasil melarikan diri ke daerah lebih tinggi di kampungnya Sumur di dekat Anyer.
Namun mereka kehilangan dua orang anak, Muhammad Fajrul yang berusia 3 tahun dan Kaila, orok yang baru berusia 22 hari.
"Istri saya melihat gelombang besar itu namun saya ketika itu tidur." katanya.
"Saya berusaha mengangkat anak-anak namun saya hanya bisa menemukan bantal mereka."
"Ketika saya kembali lagi kemudian meski kaki saya cedera, saya yakin sekali mereka sudah meninggal, hanyut terbawa air."
Rumah keluarga itu rusak termasuk bengkel motor sumber utama pencarian keluarga tersebut.
Mereka adalah satu dari ribuan korban tsunami yang melanda Banten dan Lampung menjelang Natal tahun lalu yang terjadi hampir tengah malam tanggal 22 Desember.
ABC News: Anne Barker
Sumur adalah salah satu kawasan di provinsi Banten yang paling parah mengalami kerusakan, dengan jalan yang rusak dan puing-puing yang berserakan membuat perjalanan ke daerah tersebut tidak bisa dilakukan sampai minggu lalu.
Kerusakan yang terjadi sangatlah parah.
Banyak rumah yang tidak lagi memiliki atap, atau dinding.
Perahu nelayan terlihat setengah tenggelam di lepas pantai, beberapa diantaranya terpecah menjadi dua.
Namun yang lebih mengerikan adalah apa yang tidak lagi tampak di sana.
Di sepanjang garis pantai, tidak banyak yang tersisa, dimana sebelumnya di sepanjang jalan itu berderet rumah penduduk.
Toilet duduk masih tampak di beberapa tempat yang ditinggalkan pemiliknya yang sudah membawa barang-barang lainnya ke daerah yang lebih tinggi.
Di sana sini, tampak warga yang menjadi korban duduk atau tidak melakukan kegiatan apapun karena tidak yang bisa dilakukan.
Beberapa sedang berusaha kembali membangun rumah mereka, tanpa khawatir adanmya gelombang tsunami berikutnya.
Yang lainnnya mungkin memerlukan waktu bulanan dan dana yang tidak lagi dimiliki guna membangun kembali hidup mereka.
ABC News: Anne Barker
Salah seorang diantaranya, Munarsih seorang perempuan, kehilangan rumahnya yang sekarang sepenuhnya terendam air.
Dia bahkan hampir tenggelam di ruang tamu rumahnya sendiri.
ABC News: Phil Hemingway
"Air masuk ke dalam dan saya tidak bisa keluar. Saya hampir tidak bisa bernapas, dengan air naik hampir seleher saya." katanya.
"Cucu saya yang berusia 13 tahun berusaha menggunakan kakinya menendang agar pintu terbuka. Setelah itu, saya mencari jalan keluar."
"Saya berteriak minta tolong namun tidak satupun yang datang. Saya terus berteriak namun tidak satupun menyahut. Ternyata tidak ada satu orang pun tersisa."
"Saysa berusaha mencari jalan keluar dari ruang tamu, namun susah sekali karena penuh air dan rongsokan."
Permukaan air kemudian perlahan menurun, dan Munarsih berhasil selamat, namun rumahnya runtuh.
ABC News: Anne Barker
Usaha membangun kembali rumah-rumah di sana mungkin masih terlalu pagi, dengan ketakutan akan terjadinya lagi gelombang tsunami masih tinggi.
Gunung Anak Krakatau terus menciptakan letusan hampir tiap hari.
Awan dan abu dari gunung tersebut mencapai ketinggian 1500 meter minggu lalu.
Laporan adanya retakan baru bawah laut menimbulkan kekhawatiran adanya longsor bawah permukaan, hal yang menyebabkan tsunami dua minggu lalu.
Bukan warga saja yang khawatir dengan tsunami kedua
Pariwisata domestik adalah industri besar di sepanjang garis pantai Jawa bagian Barat tersebut.
Hotel biasanya penuh dengan pengunjung di masa-masa liburan akhir tahun seperti ini.
Namun sekarang banyak dilaporkan mengenai pembatalan dimana turis masih takut untuk datang.
ABC News: Anne Barker
Hotel Aston di Anyer kehilangan sekitar 80 persen tamu yang berencana datang.
Manajernya Doddy Fathurahman mengatakan diperlukan waktu sekurangnya enam bulan sampai sekurangnya satu tahun sebelum keadaan pulih kembali.
"Warga takut dengan kemungkinan tsunami, dampak tsunami pertama sangat tinggi, dan sekarang mereka takut kemungkinan tsunami kedua."
Namun ada juga turis yang datang khusus untuk melihat meningkatnya kegiatan gunung Anak Krakatau tersebut.
Rerta Prasetya datang menggunakan kereta api selama 24 jam dari Jawa Timur bersama seorang temannya guna mengambil gambar dan melihat Anak Krakatau dari pantai.
Dia bahkan juga melakukan tindak berjaga-jaga.
"Saya minta kamar di lantai atas." katanya sambil tertawa.
"Saya agak khawatir. Itulah mengapa semalam kami minta kamar di lantai atas."
ABC News: Anne Barker