Space to play or pause, M to mute, left and right arrows to seek, up and down arrows for volume.
Berkejaran dengan Hujan di Tengah Pencarian Korban Longsor Sukabumi
- abc
Uun Suryati, 63, telah tinggal di desa Sirnaresmi lebih dari separuh hidupnya. Tiga puluh dua tahun ia tinggal di rumah yang sama yang menghadap ke sawah, yang terletak di antara perbukitan terjal di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Tetapi selama ini, selama bertahun-tahun, ia tak pernah melihat - atau mendengar - tanah longsor seperti yang melanda desa terpencil itu pada hari Senin (31/12/2018).
"Waktu itu jam enam sore. Saya mendengar suara yang tiba-tiba ini, seperti raungan," katanya
"Lalu ada angin kencang -seperti badai atau semacamnya. Dan kemudian datanglah tanah longsor."
Suryati beruntung, rumahnya beberapa puluh meter jauhnya dari semburan lumpur yang, tanpa peringatan, meluncur menuruni bukit dalam waktu beberapa detik.
Rumahnya tak tersentuh, tetapi banyak desa - termasuk tetangga dan keluarga yang dikenalnya selama beberapa dekade - sekarang terkubur beberapa meter di bawah tanah.
"[Tanah] bergetar, saya sangat lemah dan sangat takut," katanya, sembari duduk di teras depan bersama anak-anaknya untuk melihat kehancuran desanya.
Warga desa Sirnaresmi terkejut ketika tanah longsor melanda.
ABC News: Phil Hemmingway
Sirnaresmi adalah salah satu dari beberapa desa yang dilanda tanah longsor dan banjir, yang terjadi di seluruh Indonesia dalam seminggu terakhir.
Tapi ini adalah yang peristiwa terburuk sejak musim hujan melanda Indonesia.
Bagi orang luar, sulit membayangkan ada desa di tempat seperti itu.
Saat lereng bukit runtuh di bawah hujan musim hujan yang lebat, ia menimbun lapisan lumpur yang begitu dalam sehingga sekitar 30 rumah lenyap tanpa jejak.
Hanya segelintir rumah yang masih terlihat, atapnya mencuat dari sudut dengan posisi aneh di atas permukaan berlumpur.
"Jika ada mayat, mereka akan terkubur di bawah lumpur antara kedalaman dua-tiga meter, kami belum yakin karena ada banyak batu yang tertimbun akibat tanah longsor, dan ada banyak batu-batu besar," kata Yudi
Darmawan salah satu dari ratusan relawan tim SAR yang ikut operasi penyelamatan.
"Sulit bagi kami untuk melakukan pencarian, karena kami harus mengangkat batu besar terlebih dahulu."
Warga setempat mencari korban dan harta benda di timbunan lumpur dan reruntuhan.
ABC News: Phil Hemmingway
Sebanyak 15 jenazah telah ditarik dari reruntuhan sejak Senin (31/12/2018). Sementara 20 orang lainnya masih hilang dalam cairan berlumpur.
Para kerabat meratap ketika mereka menyaksikan pekerja penyelamat menarik satu tubuh berlumpur ke permukaan, ditempatkan dalam kantong biru dan dibawa untuk dimakamkan.
Di antara empat penyintas yang awal ditemukan adalah seorang balita yang kemudian meninggal di rumah sakit.
Selama tiga hari, penduduk dan pekerja penyelamat telah menggali dengan tangan kosong dan alat apa pun yang mereka bisa temukan untuk mencari korban selamat.
Tetapi kondisi yang buruk membuat pencarian menjadi sulit dan berbahaya.
Pencarian korban masih berlanjut beberapa hari setelah longsor terjadi.
ABC News: Phil Hemmingway
Hujan deras yang terus-menerus telah mengubah lumpur menjadi cairan yang licin, sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan traktor atau peralatan pengangkat berat lainnya di area terburuk.
Dan faktor lainnya, tanah longsor yang lebih kecil, telah menghalangi jalan ke daerah tersebut.
Warga bernama Didin telah menghabiskan berhari-hari membantu keluarganya menyelamatkan apa yang mereka bisa dan membawa barang-barang mereka ke tanah yang lebih kering.
Beberapa kelompok orang telah mengangkut furnitur berlumpur, pakaian dan sepeda motor dari beberapa rumah yang sebagian terendam.
Lebih dari 60 penduduk selamat - hampir setengah dari populasi desa, entah mereka cukup beruntung berada di luar atau jauh dari rumah ketika tanah longsor melanda, atau cukup cepat untuk lari ke tempat yang aman.
Tetapi peluang untuk menemukan lebih banyak korban selamat sangat tipis dan musim hujan sedang mencapai puncaknya.
Petugas tanggap darurat begitu sibuk bertugas di Indonesia sepanjang periode bencana 2018.
AP
Petugas penyelamat dengan cangkul dan sekop kalah cepat dibanding awan kelabu yang mendekat dan mengirimkan hujan lebat ke dalam timbunan lumpur.
Dan dengan turunnya hujan, risiko tanah longsor lanjutan meningkat karena lebih banyak air yang masuk ke lereng bukit yang kini rapuh.
Tetangga Suryati tiba-tiba menjerit ketika mereka mendengar gemuruh dari seberang sawah, takut akan adanya longsoran lumpur lainnya.
Setidaknya satu kali, pihak berwenang harus mengevakuasi daerah sekitar longsor menunggu sampai hujan reda, dan risiko tanah longsor lainnya sedang ditinjau.
Jika kondisinya memburuk, dikhawatirkan mereka mungkin tidak punya pilihan selain mengubah situs itu menjadi kuburan massal.