Badan Geologi Bantah Gunung Anak Krakatau Masuk Fase Mematikan

Foto udara letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu, 23 Desember 2018.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat

VIVA – Sekretaris Badan Geologi, Antonius Ratdomopurbo, membantah bahwa Gunung Anak Krakatau telah masuk fase mematikan. Baginya, semua tergantung konteks ketika ada yang mengatakan fase mematikan.

"Anak krakatau tidak benar masuk dalam fase mematikan. Itu kan hanya judul, tapi tidak seperti itu. Kalau orang naik ke puncak Krakatau ya mematikan. Judul tinggal konteksnya saja seperti apa," kata pria yang akrab disapa Purbo ini di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis 27 Desember 2018.

Purbo menambahkan, ketinggian abu secara visual terlihat 2.500 hingga 3.000 meter di atas permukaan laut. Cakupannya dari Pantai Anyer ke Rakata, ditambah terbawa angin.

"Letusan dari anak Krakatau secara visual abu kelihatan 2.500 sampai 3.000, dianggap maksimal sekali. Dari Anyer itu kan keluar Rakata, kalikan saja dari Rakata itu dan kebawa angin ke mana-mana," katanya.

Lebih lanjut, Purbo menuturkan, pihaknya juga memberikan warning. Begitu juga dengan kapal laut, asalkan tidak melewati sekitaran anak Krakatau dipastikan masih aman.

"Penerbangan juga kami beri warning saja, ada gunung meletus. Kapal laut asal tidak melewati kompleks Krakatau tidak apa-apa, masih aman," katanya.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM terus meningkatkan status Anak Krakatau dari level II (waspada) menjadi level III (siaga).

Status itu terhitung sejak Kamis, 27 Desember 2018, pukul 06.00 WIB. Selain itu, zona berbahaya diperluas dari 2 kilometer menjadi 5 kilometer.

Sebanyak 991 warga Pulau Sebesi, Lampung Selatan, pulau terdekat dengan Gunung Anak Krakatau, dievakuasi menggunakan kapal RoRo menuju Pelabuhan Bakauheni. Mereka akan dibawa ke posko pengungsian di Kalianda, Lampung.

Masyarakat diminta menggunakan masker dan tetap tenang dan tetap melanjutkan aktivitasnya masing-masing.