Kata 'Ngopi' Jadi Kode Suap Hakim dan Panitera di PN Jaksel

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi penggunaan kode "ngopi" terkait suap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, R Iswahyu Widodo dan Irwan.

Iswahyu dan Irwan dijerat tersangka bersama Panitera pengganti PN Jaktim Muhammad Ramadhan, seorang pengacara, Arif Fitrawan, dan pihak swasta Martin P Silitonga.

Kode "ngopi" yang digunakan oleh para pihak yang telah ditetapkan tersangka itu terdeteksi dalam komunikasi di antara mereka sebelum penyerahan uang. Dua hakim dan seorang panitera itu diduga menerima uang sebesar 47 ribu Dolar Singapura dari Arif dan Martin.

"Dalam komunikasi teridentifikasi kode yang digunakan adalah "ngopi" yang dalam percakapan disampaikan 'bagaimana, jadi ngopi enggak'," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu malam, 28 November 2018.

Penyerahan uang dilakukan Arif kepada Ramadhan pada Selasa 27 November 2018. Uang sebesar Rp500 juta  berkaitan gugatan perdata pembatalan perjanjian akuisisi PT Citra Lampia Mandiri (CLM) oleh PT Asia Pacific Mining Resources (APMR). Perkara perdata ini terdaftar dengan Nomor 262/Pdt.G/2018/PN Jaksel.

Uang tersebut diduga sebagai "pelicin" supaya majelis hakim membatalkan gugatan yang dilayangkan Isrulah Achmad. Sementara pihak tergugat dalam perkara itu adalah Williem JV Dongen dan turut tergugat PT APMR dan Thomas Azali. Rencananya perkara perdata ini diputus hari ini, Kamis 29 November 2018.

KPK menduga telah terjadi pemberian uang ke majelis hakim sebesar Rp150 juta oleh Arif melalui Ramadhan pada Agustus 2018. Uang diduga untuk mempengaruhi putusan sela agar tak diputus NO atau niet ontvankelijke verklaard.

Dalam kasus ini, KPK kemudian menetapkan lima orang sebagai tersangka. Iswahyu, Irwan, dan Ramadhan diduga sebagai penerima suap. Sementara Arif dan Martin diduga sebagai pemberi suap.