Temukan Potensi Kerugian Setoran Tambang, KPK Sidak Sungai Mahakam
- VIVA/Robbi Syai'an
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI melakukan inventarisasi pengelolaan sumber daya alam, khususnya batu bara di kawasan Sungai Mahakam, Samarinda, Kaltim. Disinyalir banyak menimbulkan kerugian negara.
Laporan Litbang KPK tahun 2013 misalnya, menemukan Rp1,2 triliun kewajiban royalti penambangan belum disetor kepada negara. Ditambah, penemuan ICW tahun 2018 mencatat total potensi kerugian negara sebesar Rp133 triliun, yang berasal dari pajak dan PNBP yang belum dibayar.
"Kami mempunyai data, antara perbedaan data antara Bea Cukai, Perdagangan dan ESDM. Selama 3 tahun berturut-turut kita amati datanya kok berbeda," ucap Ketua KPK, Agus Rahardjo, usai melakukan penelusuran di beberapa titik pelabuhan muat batu bara atau jetty di kawasan Sungai Mahakam dalam kegiatan Mahakam Bersih.
Bersama Kementerian ESDM, Ditjen Perhubungan Laut dan Pemprov, Bea Cukai, Dinas Perdagangan, rombongan KPK menyusuri beberapa titik jetty batu bara di Sungai Mahakam.
Agus juga menyebutkan, beberapa laporan yang masuk mencatat adanya kewajiban reklamasi bekas tambang yang tidak dilakukan sebagaimana mestinya, sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan dan korban jiwa.
"Hal-hal tersebut mendorong KPK untuk melakukan pengawasan bersama kementerian dan Pemerintah Daerah terkait koordinasi pengawasan penambangan dan perdagangan batu bara," katanya.
Hal itu, lanjutnya, juga dalam rangka memastikan amanat pasal 33 ayat 3 UUD 45 sebagaimana mestinya, KPK melalui fungsi monitoring sebagai mandat yang diatur dalam pasal 6E UU No 30 tahun 2002 tentang KPK.
"KPK bukan menindak, kami hanya melakukan pencegahan dan pengawasan kepada kebijakan pemerintah, arahnya ke perbaikan sistem," sebutnya.
Dalam tinjauannya keberadaan titik jetty batu bara, Agus mengatakan menemukan beberapa temuan mencurigakan.
"Kita menemui banyak hal, diantaranya jetty terlalu berdekatan, selain itu ada jetty yang tidak memiliki tambang. Sehingga terindikasi menjadi penampungan banyak, terdapat ibarat yang ilegal. Masih perlu meneliti lebih lanjut," bebernya.
Ke depan, Agus menegaskan akan segera melakukan rapat koordinasi untuk menerbitkan peraturan pembenahan dalam hal tersebut.
"Kita tadi sudah susuri, masalahnya. Kemudian kita akan kumpul di Jakarta untuk menyelesaikan masalah itu. Kalau perlu, cukup 4 dirjen bersama tanda tangan SKB (Surat Keputusan Bersama) untuk menyelesaikan masalah itu. Semoga bisa cepat diwujudkan," katanya.