KNKT Juga Selidiki Problem Lion Air Saat Layani Rute Denpasar-Jakarta

Kepala KNKT Soerjanto Tjahjono.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anwar Sadat

VIVA – Kepala Komite Nasional Kecelakaan Transportasi atau KNKT Soerjanto Tjahjono juga akan menyelidiki informasi dugaan masalah teknis yang dialami pesawat Lion Air saat terbang dari Denpasar, Bali, menuju Jakarta, pada Senin dini hari, 29 Oktober 2018. Pada penerbangan selanjutnya rute Jakarta-Pangkalpinang sekira pukul 06.20, pesawat dengan nomor penerbangan JT 610 itu kecelakaan dan jatuh di Perairan Karawang, Jawa Barat.

Analisis akan dilakukan setelah beberapa penumpang Lion Air JT-610 rute Denpasar-Jakarta memberikan informasi bahwa penumpang merasakan hal yang janggal saat pesawat terbang, kendati kemudian mendarat dengan selamat di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Apalagi, pihak Air Navigation Indonesia, Yohanes Harry Sirait, mengakui bahwa saat akan mendarat pesawat itu meminta agar diprioritaskan.

Soerjanto mengatakan, permintaan prioritas pendaratan oleh sebuah pesawat tentu saja ada alasannya. Sangat mungkin terjadi masalah teknis. Namun dia mengaku tidak bisa menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi sebelum memperoleh data di black box pesawat.

“Nanti setelah ketemu black box­-nya bisa dipastikan kenapa penerbangan dari Denpasar bisa begitu,” katanya dalam Indonesia Lawyers Club di tvOne pada Selasa malam, 30 Oktober 2018.

Black box, kata Soerjanto, menyimpan alat perekam data penerbangan atau flight data recorder atau FDR selama 25 jam. “FDR baru merekam setelah mesin menyala. Kami yakin kalau di FDR datanya masih terekam, dan kami catat apa yang disampaikan bapak dan ibu yang ikut (pesawat Lion Air JT-610) dari Denpasar ke Jakarta,” ujarnya.

Tim pencari korban dan badan pesawat di lokasi jatuhnya Lion Air JT-610, menurut Soerjanto, telah menerima suara ping-ping dari underwater locator beacon atau ULB yang berada di dalam black box. Itu adalah petunjuk untuk mencari di mana persisnya lokasi black box dan badan pesawat. Biasanya, suara ULB terdeteksi oleh peralatan khusus dari jarak paling jauh tiga kilometer.

Begitu ditemukan dan diangkat dari laut, katanya, black box kemudian dicuci dan dimasukkan ke kontainer khusus dalam kondisi terendam di dalam air. “Di laboratorium nanti kami buka, kami cuci dan keringkan, baru kita proses. Biasanya, unit luarnya rusak, tapi di black box itu ada crash protection box, jadi tidak ada masalah (pada data perekamnya),” ujarnya.

Di dalam crash protection box itulah ada semacam memori data yang diambil dan dipindahkan ke unit yang lain. “Baru kita download. Nah, dari download itu kemudian memverifikasi apakah data-data tersebut benar atau tidak, setelah itu baru dilakukan analisis,” ujar Soerjanto. (ren)