MUI Imbau Semua Pihak Cooling Down Terkait Pembakaran Bendera Tauhid

Konferensi pers Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait pembakaran bendera berlafal tauhid oleh Banser
Sumber :
  • VIVA/Anwar Sadat

VIVA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta semua unsur khususnya organisasi kemasyarakatan di Jawa Barat untuk tidak berkomentar terkait insiden pembakaran bendera bertuliskan ‘Lailahaillallah Muhammadarrasulullah’ di Kabupaten Garut oleh tiga anggota Banser.

Sekretaris Jendral MUI Jawa Barat, Rafani Akhyar mengatakan, setelah kejadian tersebut, MUI Jawa Barat sudah bersepakat untuk meredam suasana.

“Kita sudah sepakat, MUI demi untuk menenangkan suasana, jadi enggak ada komentar,” ujar Rafani di Bandung Jawa Barat, Rabu 24 Oktober 2018.

Rafani menekankan, semua ormas maupun individu untuk diam dan mempercayakan aparat Kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut. “Kita serahkan sepenuhnya kepada aparat Kepolisian untuk penyidikan lebih lanjut, gitu aja,” katanya.

Rafani menilai, jika pembakaran ini terus menjadi perbincangan dikhawatirkan menjadi bola liar yang mampu memancing pertikaian di masyarakat.

“Demi menjaga kondisi saja, supaya tidak bisa makin panas, makin keruh. Ini untuk semua pihak, semua elemen, kami sudah imbau, cooling down dulu,” terangnya.

Seperti diketahui, Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Agung Budi Maryoto menegaskan, bendera yang dibakar saat peringatan hari santri nasional di alun-alun Limbangan Kabupaten Garut adalah bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

“Hasil pemeriksaan, bendera yang diambil dan dibakar itu adalah bendera HTI. Terdapat 3  Anggota Banser yang melakukan Pembakaran bendera HTI,” kata Agung di Bandung.

Agung menambahkan, status tiga orang yang diamankan saat ini masih menjalani pemeriksaan dan berstatus terperiksa.

Sebelumnya, perayaan Hari Santri Nasional (HSN) ke-3 di Garut, Jawa Barat tercoreng aksi oknum anggota ormas tertentu yang membakar bendera milik HTI di alun-alun Limbangan Kabupaten Garut. Akibatnya video berdurasi 2,04 menit yang mulai beredar pada Senin, 22 Oktober 2018 siang sekitar pukul 11.00 itu, menjadi sorotan.

Kejadian tersebut berawal saat sebelum dilaksanakannya perayaan HSN ke-3, seluruh santri dari seluruh ormas yang ada di wilayah Kecamatan Limbangan, Garut menandatangani perjanjian untuk melaksanakan perayaan HSN damai.

"FPI, persis, NU, Muhammadiyah dan lainnya sepakat dan tanda tangan di atas materai Rp 6.000 agar jangan mengibarkan bendera selain Merah Putih," ujar salah seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.

Kemudian seluruh ormas meneken perjanjian itu. Pada praktiknya semuanya berjalan lancar hingga perayaan HSN di lapangan Kecamatan Limbangan itu berlangsung aman. Namun setelah menyanyikan lagu Hubul Wathon saat sesi hiburan, tiba-tiba ada peserta HSN yang menaikkan bendera arroyah yang diduga kerap digunakan Hizbut Tahrir Indonesia.

"Bendera itu sempat naik di tiang bendera sampai beberapa meter, sebelum akhirnya diturunkan oleh anggota ormas, ada Pak Camat kok yang tahu," ujar sumber tadi menambahkan.

Awalnya sempat bersitegang, antara peserta yang membawa bendera tadi dengan anggota ormas. Namun akhirnya peserta pembawa bendera tadi, diamankan pihak keamanan demi menjaga ketentraman bersama. “Nah mungkin tersulut emosi, akhirnya mereka membakar bendera itu, tidak ada yang menginjak bendera, bahkan debunya pun kami kumpulkan," katanya. (mus)