Gugatan Ditolak, KPK Khawatir Negara Makin Rugi atas Kasus Heli AW-101

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Sumber :
  • Syaefullah

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak menerima gugatan pihak ketiga atau gugatan perlawanan yang diajukan oleh lembaga antikorupsi tersebut, terkait perkara perdata pengadaan helikopter AgustaWestland (AW)-101.

Dalam putusan sela yang dibacakan pada Senin kemarin, Hakim PN Jaktim tak menerima gugatan perlawanan KPK tersebut dengan alasan gugatan perdata ini didasarkan perjanjian antara para pihak yang dipandang Hakim sebagai UU.

"Selain itu, PN Jaktim menyatakan putusan belum berkekuatan hukum tetap atau inkracht dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan heli AW-101," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu, 17 Oktober 2018.

KPK khawatir, gugatan perdata itu menambah kerugian negara yang diakibatkan pengadaan heli AW-101. Untuk itu, KPK saat ini sedang mempertimbangkan upaya hukum menyikapi putusan sela PN Jaktim.

"KPK menghargai putusan pengadilan ini, meskipun kami nilai ada sejumlah resiko yang dapat semakin merugikan keuangan negara jika gugatan perdata nanti dikabulkan oleh Hakim," ujar Febri.

Gugatan perkara perdata itu mulanya diajukan Irfan Kurnia Saleh, selaku Dirut PT Diratama Jaya Mandiri, perusahaan penggarap proyek pengadaan helikopter AW-101 ke PN Jaktim pada 23 Mei 2018. Irfan menggugat TNI AU, kepala staf TNI AU, serta menteri pertahanan dan menteri keuangan.

Dalam gugatannya, Irfan menuntut para tergugat bayar ganti rugi sekitar Rp164 miliar, dan mengembalikan uang jaminan sebesar Rp36 miliar.

KPK lantas mengajukan gugatan pihak ketiga atau intervensi lantaran kepentingannya terganggu. Hal ini karena gugatan ini diajukan saat KPK sedang mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan heli AW-101 di TNI.

Bahkan, sejak 2017 lalu, KPK sudah menetapkan Irfan sebagai tersangka. Tak hanya KPK, Pom TNI yang juga menangani kasus ini telah menjerat sejumlah perwira TNI AU.

"KPK mengajukan gugatan karena merasa terganggu kepentingannya lantaran kasus Heli AW-101 tersebut sedang ditangani di tahap penyidikan oleh KPK dan POM TNI," kata Febri.

Rekayasa

Dalam gugatan intervensi ini, KPK sudah menyampaikan bahwa perjanjian antara para pihak itu justru jadi objek penyidikan KPK, sebab itu bagian dari persoalan yang menimbulkan kerugian negara.

Selain itu, KPK menemukan sejumlah fakta hukum adanya dugaan rekayasa yang dilakukan Irfan dalam proses lelang AW-101.

"Dalam kontrak jual beli Pengadaan helikopter angkut AW-101, terdapat beberapa fakta hukum yang kami duga tidak menunjukkan adanya itikad baik tersangka di sana, yaitu dugaan rekayasa lelang Heli AW-101," ujarnya.

KPK berharap pengadilan mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar dalam menangani gugatan perdata yang diajukan oleh tersangka korupsi.

"Kami berharap, pengadilan secara bijak memproses gugatan-gugatan perdata oleh pihak-pihak yang diduga sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Jangan sampai, negara dirugikan lebih besar dan gugatan seperti ini kemudian menjadi ruang bagi pelaku korupsi ke depan untuk meloloskan diri," imbuhnya.