DPRD Jateng Tolak Proyek Tol yang Digagas Jokowi
- ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
VIVA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah menolak proyek strategis nasional Jalan Tol Bawen-Yogyakarta sepanjang 70 kilometer. Proyek yang merupakan bagian tol Trans Jawa seperti yang digagas Presiden Joko Widodo itu dibatalkan lantaran sejumlah alasan.
Penolakan proyek pembangunan tol Bawen-Yogyakarta itu diputuskan dalam Sidang Paripurna DPRD Jateng tentang Peratuan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Jateng, Senin, 15 Oktober 2018.
"Proyek Strategis Nasional Tol Bawen - Yogya kami batalkan. Artinya kami tolak," kata Ketua Pansus Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Abdul Aziz.
Aziz menyebut pertimbangan penting penolakan proyek nasional Presiden Jokowi itu karena proyek itu berbenturan dengan salah satu proyek tol yang sedang berjalan yakni tol Semarang - Solo - Yogyakarta yang kini masih dikebut pengerjaannya.
Meskipun Tol Bawen - Yogyakarta kini sudah masuk tahapan penetapan lokasi. Pun Detail Engineering Design (DED) yang telah dibuat oleh pemerintah pusat. "Kita face to face dengan pemerintah dan menunggu respon pusat. Evaluasinya akan sepeti apa akan kita tunggu," ujarnya.
Terkait transportasi dari Semarang ke Yogyakarta, politisi PPP itu berpandangan jika tol Bawen-Yogyakarta juga tak terlalu perlu. Selain sudah adanya tol Solo-Yogyakarta, ia menilai permasalahan transportasi ke Yogya juga telah teratasi dengan transportasi massal yakni jalur bus Semarang - Solo - Yogyakarta.
Akan lebih baik, lanjut Aziz, pemerintah pusat bisa mengembangkan trase Bawen - Yogyakarta dengan membangun rel kereta api. Selain efektif, dari sisi investasi proyek itu jauh lebih murah daripada tol.
"Kalau kereta api itu per kilometernya anggaran Rp25-30 miliar, tapi kalau tol itu sampai Rp150 miliar. Kalau proyek tol bisa mencapai Rp10 triliun tapi kalau rel kereta api hanya memakan Rp2 triliun saja," katanya.
Dengan pencoretan proyek strategis nasional itu oleh DPRD Jateng, maka pihaknya memastikan rencana itu tidak dapat diteruskan. Penolakan itu lumrah karena memang butuh masukan dan kritik dari daerah.
"Jika pemerintah pusat terus jalan, sementara kita coret, berarti tetap tidak ada, berarti pemerintah tidak sesuai RTRW dan ini melanggar," tegasnya.