Kasus Buku Merah, Polri Minta Jangan Diadu dengan KPK

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Polisi Setyo Wasisto.
Sumber :
  • Viva.co.id/Irwandi

VIVA – Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto meminta semua pihak menahan diri terkait kasus buku merah berisi catatan dugaan suap yang diterima Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.

Menurut Setyo, dalam tahun politik ini jangan ada pihak yang mengadu dan membenturkan Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Jadi diharapkan semua pihak menahan diri. Jangan mengadu-adu ini di tahun politik. Mengadu antarlembaga penegak hukum, khusus Polri dengan KPK. Hal yang lain tentunya kami kalau ada apa-apa akan komunikasi dengan KPK, karena anggota kami banyak di sana," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 10 Oktober 2018.

Setyo pun menjelaskan, dugaan suap yang diterima oleh Kapolri sampai saat ini tak terbukti. Bahkan, soal robeknya buku merah yang berisi nama Tito sudah dinyatakan tak terbukti.

"Mengenai perusakan barang bukti setelah dicek pun tidak terbukti yang bersangkutan si Roland dan Harun melakukan perobekan. Di CCTV ada, tapi tak terbukti mereka melakukan perobekan," katanya.

Untuk itu, ia meminta media termasuk IndonesiaLeaks yang memuat artikel ini untuk tidak menyebarkan berita yang belum terkonfirmasi kebenarannya.

Pihak Kepolisian sendiri sudah berusaha mengonfirmasi berita ini, dengan memeriksa Basuki Hariman. Dalam pengakuannya, ia menyatakan bahwa dia tidak pernah menyampaikan apa pun ke Tito Karnavian.

"Di situ ada catatan di buku, tapi itu bukan aliran dana. Dia mengakui menggunakan dana itu untuk kepentingan sendiri tidak hanya Pak Tito tapi ada orang Bea Cukai juga, ada pejabat lain. Artinya kita tidak boleh men-judge (menuduh) orang tanpa bukti kuat. Ada asas praduga tak bersalah. Jadi hormati itu," katanya.

Sebelumnya, sejumlah media nasional yang berkolaborasi dalam IndonesiaLeaks merilis hasil investigasi mengenai kasus korupsi yang diduga melibatkan para petinggi penegak hukum di negeri ini. Mereka mencium adanya indikasi kongkalikong untuk menutupi rekam jejak kasus tersebut.  

Salah satu yang disorot adalah munculnya nama Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Dalam dokumen investigasi yang dirilis IndonesiaLeaks, Tito diduga paling banyak mendapat duit dari Bos CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman, baik secara langsung maupun melalui orang lain.

Daftar penerimaan itu tercatat dalam buku bank bersampul merah atas nama Serang Noor IR yang memuat indikasi aliran dana yang diduga untuk para pejabat negara, Bea Cukai, pejabat Polri, termasuk Tito Karnavian. Baik ketika Tito masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya, Kepala BNPT pada Maret-Juli 2016 maupun ketika sudah dilantik sebagai Kapolri.

Kemudian, muncul skenario penghilangan atau perusakan barang bukti oleh dua perwira menengah Polri yang menjadi penyidik di KPK (Ronald dan Harun). Buku catatan pengeluaran perusahaan pada 2015-2016 dengan jumlah Rp4,33 miliar dan US$206,1 ribu itu sudah tidak utuh lagi. Sekitar 19 lembar catatan terkait aliran uang suap sengaja dirusak dan dihilangkan.

Muncul dugaan bahwa motif utama perusakan dan penghilangan buku catatan keuangan CV Sumber Laut Perkasa, untuk mengaburkan atau menghapus nama besar petinggi Polri yang mendapatkan transaksi ilegal dari perusahaan milik Basuki Hariman. (ase)