Johannes Kotjo Didakwa Suap Eni Saragih Rp4,7 Miliar

Tersangka kasus dugaan suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih (kanan) memasuki mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan terdakwa suap proyek PLTU Riau, Johannes Budisutrisno Kotjo, selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 4 Oktober 2018.

Dikatakan Jaksa Ronald Worotikan, Kotjo didakwa menyuap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, senilai Rp4,7 Miliar.

"Terdakwa memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu memberi uang secara bertahap sebesar Rp4,7 Miliar," kata Jaksa Ronald di muka persidangan.

Menurut jaksa, uang itu diberikan agar Eni membantu Kotjo mendapat proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.

Proyek rencananya akan dikerjakan oleh anak perusahaan PT PLN yakni PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi, dan perusahaan yang dibawa Kotjo yakni Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd.

Dibeberkan Jaksa, awalnya Kotjo melalui Direktur PT Samantaka Batubara, Rudy Herlambang, mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero terkait rencana pembangunan PLTU.

Menurut jaksa, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, Kotjo menemui Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto pada tahun 2015. Kotjo meminta bantuan Novanto supaya dapat dipertemukan dengan pihak PLN.

Kemudian, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni yang merupakan anggota Fraksi Golkar yang duduk di Komisi VII bidang energi.

Selanjutnya, lanjut  jaksa, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan dengan Kotjo serta pihak terkait lain, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapat proyek PLTU.

Kebetulan Eni juga memerlukan dana untuk pembiayaan kampanye sang suami yang mencalonkan diri jadi Bupati Temanggung.

Kotjo oleh KPK didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (ase)