Kasus Bansos, Alex Noerdin Siap Diperiksa Kejaksaan Agung
- VIVA / Sadam Maulana (Palembang)
VIVA – Mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin mengungkapkan alasannya tidak dapat memenuhi pemanggilan dari Kejaksaan Agung, pada Kamis, 20 September 2018. Alex berujar, dia tidaklah mangkir, melainkan sedang ada kegiatan.
"Waktu pemanggilan pertama itu kan saya sedang memenuhi undangan dari Kerajaan Inggris untuk menjadi pembicara di kota Birmingham (tentang zero emission transportation). Kalau kemarin itu persiapan pelantikan penjabat gubernur," ungkap Alex, Jumat malam, 21 September 2018.
Alex mendapat pemanggilan dari Kejaksaan Agung terkait statusnya sebagai saksi perkara tindak pidana dana hibah dan bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan tahun anggaran 2013. Pemanggilan pertama berlangsung pada 13 September 2018.
Dari dua pemanggilan tersebut, Alex belum pernah sekali pun memenuhi undangan dari Kejaksaan Agung. Alex sendiri mengaku siap memenuhi pemanggilan jika memang memiliki waktu.
"Kalau ada waktu ya siap dong, pasti nanti datang," ujarnya.
Belum dapat memenuhi pemanggilan Kejaksaan Agung, Alex berharap agar permasalahan ini tidak terlalu dibesar-besarkan. Baginya, pemanggilan seperti ini merupakan hal yang biasa.
Sekelas menteri pun, kata Alex, juga pernah dipanggil sebagai saksi. Demikian juga dengan Jenderal aktif, termasuk juga Wakil Presiden.
"Ya pemanggilan ini biasa saja. Sekarang siapa menteri yang tidak pernah dipanggil untuk saksi? Jenderal aktif, wakil presiden. Cuma sekarang ini dibesar-besarkan saja," kata dia.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan dua tersangka yaitu mantan Kepala BPKAD Provinsi Sumatera Selatan, Laonma Pasindak Lumban Tobing, dan Mantan Kepala Kesbangpol Provinsi Sumatera Selatan, Ikhwanuddin.
Penetapan tersangka itu setelah penyidik melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, di antaranya anggota DPRD Sumatera Selatan. Jaksa Agung menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam perubahan anggaran untuk dana hibah dan bansos.
Pada awalnya, APBD menetapkan untuk hibah dan bansos Rp1,4 triliun, namun berubah menjadi Rp2,1 triliun. Lalu, pada perencanaan hingga pelaporan pertanggung jawaban terdapat dugaan pemotongan dan ketidaksesuaian anggaran.