Pegiat HAM Kecam Bebasnya Pollycarpus Pembunuh Munir
- VIVA.co.id/Agus Rahmat
VIVA – Pollycarpus, terpidana pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir Abdul Muthalib, dinyatakan bebas. Namun, bagi koalisi pegiat HAM, bebasnya Pollycarpus sebagai suatu yang mengecewakan.
"Ini cukup mengagetkan, mengecewakan," kata Kepala Bidang Advokasi Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Putri Kanisia, dalam konfrensi pers di kantornya, Kwitang Jakarta Pusat, Rabu 29 Agustus 2018.
Menurut dia, kekecewaan itu karena hingga Pollycarpus bebas tak ada perkembangan signifikan dari penyelesaian kasus tewasnya Munir tersebut. Faktor yang membuat mereka sakit hati lantaran pembebasan ini justru hanya beberapa saat sebelum peringatan meninggalnya Munir pada 2004 lalu.
"Ini hanya sepekan menjelang tewasnya Munir 7 September 2004," kata Putri.
Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menambahkan, sebenarnya Pollycarpus sudah dinyatakan bebas bersyarat pada 2014. Pihaknya sempat melakukan langkah hukum, tetapi tidak berhasil.
Tidak hanya bebas bersyarat. Menurutnya, setelah itu ada potongan-potongan hukuman yang diterima Pollucarpus. Maka ia berkesimpulan, mantan pilot Garuda itu menjalankan hukuman sekitar 6 tahun saja.
"Tentu menyakitkan bagi kami, keluarga, pendamping kolega," kata Isnur.
Dia menilai, seolah-olah negara melanggengkan impunitas bagi yang melanggar HAM. Karena pelaku yang menurutnya kejam itu, hanya menjalani hukuman yang tidak lebih dari setengah masa hukuman.
Isnur juga mempersoalkan, hingga kini tidak ada perkembangan kasus ini. Mulai sejak Munir meninggal, 10 tahun kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga hampir lima tahun Presiden Jokowi, tidak ada perkembangan.
Otak pelaku pembunuhan Munir, lanjut dia, tidak pernah disentuh oleh pemerintah. "Dan Jokowi turut menuliskan sejarah ini. Melanggengkan otak pelaku," kata dia.
Maka, lanjut dia, saat ini yang paling penting adalah ada iktikad baik dari Presiden Jokowi. Meski diakhir periode pertamanya, Isnur menilai masih bisa bagi Jokowi untuk mengungkap kasus Munir ini hingga ke otak pelakunya. Bukan sekedar pelaku lapangan seperti Pollycarpus.
"Oleh karena itu kami memohon, meminta ke Pak Jokowi di sisa akhir jabatannya untuk mengumumkan dokumen TPF (Tim Pencari Fakta pemunuhan Munir) dan memburu pelaku-pelaku yang belum terungkap," katanya.
Peneliti senior Imparsial, Bhatara Ibnu Reza juga menilai, Presiden Jokowi harus bergerak cepat untuk turut mengungkap kasus HAM masa lalu, termasuk Munir. Karena selama ini, ia menilai elite-elite politik hanya bisa berjanji saja.
Ia juga mengutip pernyataan Jokowi, dalam pidato kenegaraannya di sidang bersama DPR/MPR 16 Agustus 2018 lalu.
"Istilah-istilah janji politik yang sudah diungkapkan elit kita kini merupakan penghinaan terhadap akal sehat kita. Ketika pemerintah mencoba mengabaikan penyelesaian pelanggaran HAM kasus Munir," jelasnya. (ase)