Restoran Beromzet Puluhan Juta Ketahuan Pakai Gas Subsidi
- VIVA/Daru Waskita
VIVA – PT Pertamina Unit Pemasaran Region IV DI Yogyakarta-Jawa Tengah menggelar sidak di sejumlah rumah makan atau restoran di Yogyakarta yang diduga menggunakan tabung gas tiga kilogram bersubsidi. Sebab, jenis gas yang disebut juga gas melon itu seharusnya untuk warga miskin dan usaha mikro.
Hasil sidak di sebuah restoran berinisial A di Jalan Yogyakarta-Bantul menemukan belasan tabung gas melon yang digunakan untuk kebutuhan memasak sehari-hari.
“Jelas ini salah sasaran dan memakan jatah rakyat miskin dan usaha mikro," kata Andar Titi Lestari, Communication and CSR Manager Jawa Tengah dan DIY, PT Pertamina Unit Pemasaran IV Jateng-DIY di sela sidak pada Kamis, 23 Agustus 2018.
Restoran A, kata Andar, merupakan restoran yang beromzet puluhan juta per hari dan tidak masuk usaha mikro, sehingga dilarang menggunakan tabung gas melon.
"Kalau dalam satu hari saja mereka menghabiskan sepuluh tabung gas melon, maka dalam satu bulan mereka menghabiskan sekitar tiga ratus tabung gas melon. Jika dihitung satu bulan kebutuhan keluarga miskin sebanyak tiga tabung gas melon, maka restoran itu telah merebut jatah tiga puluh keluarga miskin atau usaha mikro," ujarnya.
Untuk mendapatkan gas melon, kata Andar, restoran A tidak membeli dari pangkalan, namun mendapatkan setoran dari pengecer. Pengecer itulah yang memasok gas melon ke restoran A tiap hari.
Jatah rakyat miskin terkurangi
Dorojatun Sumantri, Sales Executive LPG DI Yogyakarta PT Pertamina, mengatakan, restoran yang ketahuan menggunakan gas melon harus ditukar dengan tabung gas elpiji Bright. Dua tabung melon ditukar dengan satu tabung gas epiji Bright.
Menurutnya, banyak berita tentang kelangkaan gas tiga kilogram subsidi di Yogyakarta tak lepas dari praktik nakal dari pengusaha restoran yang menggunakan gas melon untuk memasak. Karena itulah jatah untuk rakyat miskin terkurangi.
"Ini baru satu restoran, dan di Yogya ini banyak restoran yang mungkin juga menggunakan gas melon secara sembunyi-sembunyi. Gas melon itu ada tulisannya, ‘hanya untuk masyarakat miskin’, tapi nekat untuk masak di restoran," ujarnya.
Selain restoran, Dorojatun juga menduga, hilangnya gas melon dari pasaran dalam waktu tertentu, karena masuk ke peternakan yang biasa digunakan untuk pemanas pada ayam yang masih kecil.
Selain memantau langsung penggunaan gas melon agar tidak salah sasaran, Pertamina juga menyosialisasikan dan membina pangkalan agar menjual gas melon ke pengecer maksimal 50 persen dan yang 50 persen dijual secara langsung.
"Kami juga minta pangkalan memberikan sosialisasi kepada pengecer yang namanya terdaftar untuk tidak menjual gas melon ke restoran, meski dapat untung besar karena itu merugikan masyarakat miskin," ujarnya.