Eks Danjen Kopassus Laporkan Petinggi Polri ke Kompolnas

Mantan Danjen Kopassus Mayjen Purn Soenarko (tengah).
Sumber :
  • VIVA/Bayu Nugraha

VIVA – Buntut dugaan tindakan intervensi dan penyalahgunaan wewenang aparat Kepolisian dalam sengketa lahan antara PT Sebuku Tanjung Coal (STC) dengan PT MSAM, Dirut PT STC Soenarko melaporkan petinggi Mabes Polri ke Kompolnas.

"Kami melaporkan adanya dugaan intervensi penghentian penyidikan terhadap laporan yang kami buat. Kami melaporkan kepada Bareskrim bahwa lahan kami diserobot oleh PT MSAM," kata Soenarko di Kompolnas, Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin 23 Juli 2018.

Namun, Soenarko enggan menyebut siap Perwira Tinggi (Pati) Mabes Polri yang dilaporkannya. Ia hanya mengatakan, Pati tersebut memiliki kewenangan di atas Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri. "Saya enggak bisa sebutkan. Di atas Kabareskrim lah, bintang tiga," katanya.

Soenarko yang juga merupakan mantan Danjen Kopassus ini mengatakan, Bareskrim setelah menerima laporan penyerobotan lahan PT STC awal Mei 2018 yang lalu dan telah melakukan penyelidikan. Lantas, di tengah jalan, penyelidikan itu dihentikan.

"Awal Juli penyidik ditarik mundur, siapa yang kita duga? Ya pasti petinggi dari Mabes Polri lah yang menghentikan ini," ujarnya.

Penghentian ini, lanjut Soenarko, sama sekali tidak ada pemberitahuan secara tertulis dalam ketentuan yaitu dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), namun hanya secara lisan.

"Pemberhentian itu secara lisan itu dan kami enggak tahu. Kami dihubungi dan dapat informasi ada pemberhentian," ujarnya.

Tak hanya itu, pihaknya juga melaporkan kasus ini ke Mabes Polri. Dalam laporannya, Soenarko mengadukan kasus ini ke Irwasum Mabes Polri.

Pihaknya mengeluhkan tindakan pihak aparat yang menangkap para pekerja PT STC. Padahal dari pihak Polda Kalimantan Selatan sudah menetapkan lahan tersebut dalam status quo.

"Tenaga kerja ditangkap oleh Polda ditahan satu malam dan dilepas Kapolda sana bilang kosongkan lahan, faktanya kami dari PT Sebuku mengosongkan lahan tapi mereka tetap menduduki bahkan menanam sawit," katanya.

Dari keterangan penyidik, Ia mendapati informasi bahwa kasus ini diintervensi oleh pihak Mabes Polri. Atas kejadian ini, ia mengaku mengalami kerugian yang cukup besar.

"Banyak (kerugian). Karena terhenti operasional kita. Hitung saja. Terhenti operasional kita. Kita beroperasi sudah tapi belum berproduksi. Namanya tambang itu kan dimulai dari konstruksi, buat jalan, buat pelabuhan. Kita baru sampai itu. Belum berproduksi. Belum sampai penambangan baru usaha pertambangan," katanya.

Ia pun mengklaim bahwa lahan tersebut milik PT STC. Sebab Ia sudah mempunyai bukti pelepasan hak lahan dan izin mendirikan usaha tambang. Sedangkan dari pihak PT MSAM hanya berdasarkan kerja sama dengan pihak Inhutani.

Bahkan, selama dua tahun ini pihak PT MSAM sudah menanam sawit. Padahal jika kerja sama dengan pihak Inhutani harus menanam kayu bukan sawit.

"Kerja sama PT MSAM dengan Inhutani itu cacat hukum. Karena kita dapat keterangan biro hukum kehutanan yang mengatakan bahwa kerja sama itu cacat hukum. Tata ruangnya harus dirubah dulu baru dikerjasamakan. Belum dapat rekomendasi menteri," ucapnya.

Sementara itu, kuasa hukum PT STC, Krisna Murti berharap, Kompolnas dapat melihat persoalan ini. Pasalnya, sebagai institusi yang diamanatkan oleh UU untuk menerima keluhan masyarakat mengenai kinerja Kepolisian yang menyangkut penyalahgunaan wewenang, pelayanan yang buruk, perlakuan diskiriminasi dan penggunaan diskresi yang keliru.

"Karena adanya overlaping dimana antar PT STC dengan PT MSAM. Dimana ada keberpihakan kinerja Kepolisian kewenangan Kepolisian dalam melakukan diskresi terhadap kasus ini," kata Krisna. (mus)