Calo Tiket KRL Dilepas karena Tak Ada Unsur Pidana
- ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
VIVA – Tak hanya membuat kegaduhan, imbas dari perubahan tiket elektronik ke tiket manual, ternyata juga sempat dimanfaatkan oleh orang untuk mencari keuntungan dari tiket. Banyak orang yang membeli tiket dan dijual lagi dengan harga Rp10 ribu.
Dengan adanya calo tiket, khususnya di Stasiun Bogor, diakui oleh VP Komunikasi Perusahaan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Eva Chairunisa. Petugas telah mengamankan dua orang yang diduga sebagai calo.
Dijelaskan Eva, calo ditangkap petugas adalah tukang koran. Dia mengaku mendapat tiket, karena ikut antre. Tikut itu kemudian, dia jual lagi dengan harga yang lebih mahal.
"Jadi, pelanggannya mau naik kereta, enggak jadi, terus dikasih ke dia (calo). Di situ, dia sempet beli lagi, karena mungkin menguntungkan dia beli lagi ke loket, dijual lagi sama dia," katanya.
Meski diakui ada saja orang yang memanfaatkan kodisi yang terjadi saat ini, namun Eva memastikan, tidak ada petugas yang menjual tiket dalam jumlah banyak kepada calo.
"Akhirnya, ada yang memanfaatkan situasi ini. Ada pengguna yang tidak mua antre, menyuruh orang untuk membeli, kemudian dia memberi insentif atas jasanya orang itu mengantre, ya kebijakannya ada di pengguna. Tapi kami pastikan, tidak ada petugas menjual tiket dalam jumlah banyak kepada orang lain," katanya.
Sementara itu, dari kedua orang yang ditangkap dipastikan bahwa dia ikut antre untuk mendapatkan tiket. Dia memang sengaja antre untuk mendapatkan kelebihan dari penjualan tiket.
"Dua-duanya sudah kita tanya, dia beli di loket, tetapi enggak ada di beli di petugas di belakang gitu. Itu yang dipastikan. Karena, kalau ada petugas yang bermain seperti itu, ini bisa sampai pemecatan. Tetapi, tadi sudah diklarifikasi disaksikan juga semuanya, dia belinya satuan jadi dia beli ke loket. Setelah itu, ya mungkin dia jual lagi ke orang yang gamau antre," katanya.
Karena dianggap tidak terdapat unsur pidana, pelaku akhirnya dilepas. Katanya, praktik ini biasanya sering dilakukan pegawai di kantor mereka. Menggunakan jasa office boy untuk membeli makan, lalu memberikan uang jalan.
"Saya suruh OB, saya kasih ongkos Rp5 ribu. Kan, enggak bisa dipenjara juga. Kecuali yang bisa dilakukan, ternyata ada orang dalam. Nah, ini enggak ada kan. Itu harus ada sanksi, karena dua duanya terlibat," katanya.