Sidang Gugatan Ambang Batas Presiden Masuk Tahap Perbaikan

Ilustrasi Suasana sidang di Mahkamah Konstitusi (MK)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA - Sidang uji materi pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu, terkait syarat presidential threshold atau ambang batas presiden sebesar 20 persen masuk tahap sidang perbaikan permohonan. Pihak pemohon menambahkan frasa baru yaitu calon wakil presiden.

"Terkait dengan penguatan alasan berbeda dan penambahan batu uji tersebut, maka ada penambahan satu argumentasi berbeda," kata kuasa hukum pemohon, Heriyanto, di Jakarta, Rabu 18 Juli 2018.

Dengan penambahan argumen tersebut, maka argumen pemohon menjadi 10 poin. Penambahan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengenai syarat ambang batas presiden berpotensi menghilangkan lahirnya pasangan capres dan cawapres alternatif.

"Yang sebenarnya telah diantisipasi dengan sangat lengkap bahkan melalui sistem pilpres dua putaran. Satu sistem pemilihan yang terbuka untuk pasangan calon yang bisa banyak, sehingga frasa 222 a quo bertentangan dengan pasal 6A (3) ayat (4) UUD 45," katanya.

Penambahan frasa calon wakil presiden, di samping calon presiden, pada setiap argumentasi permohonan. Perubahan posisi petitum provisi pemberlakuan putusan berlaku efektif sejak putusan dibacakan dan berlaku sejak pemilihan presiden 2019 menjadi petitum pokok perkara.

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra mengatakan, perubahan yang telah disampaikan oleh pihak pemohon tersebut akan dibawa dalam Rapat Pemusyawarahan Hakim (RPH).

"Panel akan menyampaikan kepada RPH. RPH dengan anggota sembilan hakim konstitusi yang nanti akan menentukan permohonan ini. Nanti perkembangannya akan kami sampaikan," ujar Sadli.

Kemudian, Sadli memberi kesempatan pada pemohon untuk menyampaikan hal lainnya. Kesempatan itu diambil oleh pemohon, Titi Anggraini, yang juga Direktur Perludem. Titi meminta agar perkara ini menjadi prioritas karena pendaftaran calon presiden dan wakil presiden pada 4-10 Agustus tinggal beberapa pekan lagi.

"Kami tetap berharap dan optimis dengan kebijakan hakim MK akan menjadikan perkara ini prioritas. Pada beberapa contoh putusan MK terkait syarat capres 2004 dan KTP sebagai alat verifikasi tahun 2009 hanya membutuhkan waktu lima hari untuk diputuskan," katanya.

Sadli menyatakan menerima masukan itu, namun keputusan untuk menjadi perkara prioritas tetap harus melalui Rapat Permusyawarahan Hakim (RPH). Kemudian, sidang ditutup dengan tiga kali ketukan palu. (mus)