NKRI Syariah Berkembang, Sosialisasi 4 Pilar Pancasila Dipertanyakan
- Agus Rahmat
VIVA – Dalam kurun waktu 13 tahun, 2005-2018, pendukung Pancasila sebagai idiologi Negara, mengalami penurunan hingga 10 persen. Padahal, negara punya banyak alat untuk mensosialisasikan itu.
Di MPR, ada program Sosialisasi 4 Pilar atau Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, UUD 1945. Bahkan, hampir setiap tahun program itu memakan anggaran hingga puluhan miliar. Dimana setiap anggota diberi anggaran untuk membuat program sosialisasi.
Sementara di eksekutif, pada 2017 Presiden Joko Widodo membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Idiologi Pancasila (UKP PIP) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila.
UKP PIP dinaikkan statusnya menjadi badan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Idiologi Pancasila (BPIP), tertanggal 28 Februari 2018.
Namun, berdasarkan survei dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI), masyarakat yang pro terhadap Pancasila justru mengalami penurunan yang terus terjadi sejak 2005 sampai 2018. Dikonfirmasi apakah selama ini peran-peran seperti sosialisasi 4 pilar apakah efektif, peneliti LSI Ardian Sopa menilai peran program dan lembaga itu tidak terlalu signifikan.
"Saya yakin apa yang dilakukan sosialisasi empat pilar, saya yakin ada pengaruhnya. Sejauh mana, efektivitasnya belum terlalu kuat atau efektif," kata Ardian, dalam pemaparan hasil rilisnya, di kantor LSI Jalan Pemuda Nomor 70 Jakarta Timur, Selasa 17 Juli 2018.
Jumlah anggota dewan yang terbatas, dan tidak terlalu masifnya program sosilisasi empat pilar itu, membuat agenda ini tidak mampu menutupi keinginan masyarakat beralih dari mendukung Pancasila menjadi NKRI Bersyariah.
Ada tiga faktor yang membuat masyarakat beralih meninggalkan Pancasila. Pertama masalah ekonomi, kedua munculnya paham alternatif yakni NKRI Bersyariah, dan ketiga sosialisasi Pancasila yang minim.
Terkait BPIP, Ardian juga menilai belum berfungsi dengan baik. Terlebih lagi, perannya semakin tertutup setelah pro dan kontra terkait gaji para dewan pembina BPIP yang dianggap terlalu besar.
"Kemarin-kemarin diawalnya bagus tetapi karena ada isu gaji mereka tidak kuat lagi. Dengan keadaan ini perlu ditingkatkan. Apa-apa perlu di tingkatkan, bukan dihilangkan," katanya.
Survei LSI ini dilakukan pada 28 Juni sampai 5 Juli 2018 melalui face to face interview menggunakan kuesioner. Menggunakan metode multistage random sampling dengan 1.200 responden. Adapun margin of error sebesar plus minus 2,9 persen. Survei LSI itu dilakukan di 34 provinsi.