MPR Dorong Pelurusan Filosofi Sejarah Kemerdekaan
- ANTARA FOTO/Yusran Uccang
VIVA – Sebulan lagi bangsa RI akan memperingati hari ulang tahun (HUT) ke-73. Namun, dinilai masih terdapat keliruan dalam penggunaan stigma kalimat kemerdekaan negara Indonesia. Seharusnya, untuk mendukung pelurusan sejarah, kalimat yang benar kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Hal ini menjadi pembahasan dalam Dialog Kebangsaan yang diselenggarakan Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia di komplek parlemen, Senayan, Jakarta.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang menjadi salah satu pembicara menekankan, pelurusan sejarah harus didukung. Ia mendorong penggunaan kalimat kemerdekaan bangsa Indonesia menjadi salah satu upaya pelurusan sejarah.
"Kemerdekaan bangsa Indonesia itu punya arti merdekanya rakyat dari penjajahan. Ini harus bisa sendiri karena itu perjuangan bangsa. Semua panitia kemerdekaan harus mengganti tulisannya menjadi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, bukan kemerdekaan negara Indonesia," kata Cak Imin dalam keterangannya, Kamis, 12 Juli 2018
Dia mengingatkan rumusan asli kemerdekaan bangsa Indonesia itu fundamental dan filosofi. Artinya, kemerdekaan dari sisi lahir dan batin bukan hanya aspek materil.
Sementara, kondisi saat ini generasi muda bangsa sudah menghadapi perkembangan pesat global yang sulit bisa dibatasi. Kekhawatiran yang menjadi dilema menurutnya karena perkembangan zaman yang makin pesat ini faktanya belum bisa diimbangi sehingga memunculkan kekeliruan pola pikir.
Bagi Cak Imin, kekeliruan pola pikir ini yang berujung potensi pesimisme masyarakat terutama generasi muda dalam. Pentingnya prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seolah kurang dianggap.
"Ini yang berujung ketidak percayaan pada situasi yang tidak kondusif memunculkan kerinduan kondisi sebelum Reformasi, misalnya muncul perkataan 'Piye Kabare, Enak Zaman Ku To'," jelasnya.
Foto: Ilustrasi peringatan HUT kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Adapun Ketua Panitia Dialog Kebangsaan Suhardono mengatakan peringatan pada setiap 17 Agustus harus dimulai dengan penggunaan kemerdekaan bangsa Indonesia.
"Gunakan dengan kemerdekaan Bangsa RI. Lewat dialog kebangsaan ini bisa memberikan masukan kepada pemerintah soal pelurusan sejarah kemerdekaan Bangsa Indonesia kepada masyarakat," tutur Suhardono.
Kemudian, ia memaparkan pentingnya pelurusan ini karena sudah puluhan tahun, masyarakat terpaku dengan stigma Kemerdekaan RI setiap 17 Agustus. Hal ini merujuk teks Proklamasi serta pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bangsa Indonesia merdeka bukan istilah republik.
Dia menjelaskan dari filosofis, negara RI berdiri berkat kedaulatan Bangsa Indonesia yang berjuang dari penjajahan pihak asing.
"Historisnya juga yang memperjuangkan kemerdekaan adalah Bangsa Indonesia, bukan republik. Negara ada dari filosofis juga karena bangsa yang berdaulat," sebutnya.