Ungkap Pejabat Main Judi, Jurnalis Diancam Mau Dibunuh
- VIVA/Putra Nasution
VIVA – Muhammad Arief Tampubolon, seorang jurnalis sebuah media online di Medan, diancam akan dibunuh gara-gara karya jurnalistiknya. Arief menginvestigasi laporan seputar seorang pejabat Pemerintah Provinsi Sumatra Utara yang ditangkap gara-gara kedapatan berjudi.
Penyelidikan Arief bermula ketika seorang penjabat wali kota di salah kota di Sumatra Utara tertangkap main judi di sebuah hotel di Medan pada Mei 2018. Belum lagi tulisan investigasinya siap ditulis, Arief diteror oleh orang diduga suruhan si pejabat.
Arief sudah melaporkan ancaman itu kepada polisi. Dalam konferensi pers di Medan pada Senin malam, 9 Juli 2018, Arief menceritakan pengungkapan kasus perjudian seorang pejabat bersama lima rekannya yang diduga dalang teror.
Mulanya, Arief mendapat informasi bahwa telah ditangkap seorang pejabat berinisial SH karena bermain judi. SH ditangkap bersama lima orang rekannya, masing-masing berinisial OD (kontraktor), AH (pejabat eselon tiga Pemprov Sumut), PS (kontraktor), Srh (pegiat politik), dan RD (pegiat politik).
Arief kemudian berinisiatif mengumpulkan data dan dokumentasi tentang penangkapan itu. Sebab enam orang yang ditangkap diduga dilepaskan dari jerat hukum oleh oknum aparat pada 21 Mei, sehari setelah penangkapan.
Setelah sebulan penyelidikan, Arief pun menemukan informasi yang lebih terang. Dia mendapat sejumlah data dan dokumentasi saat penangkapan enam orang itu, di antaranya foto SH saat di ruang penyidikan, foto KTP elektronik milik SH, dan foto saat keenam orang itu ditangkap di dalam kamar hotel. Arief juga mendapat bukti penting, yakni rekaman video saat penggerebekan.
Dalam video terlihat lima orang yang ditangkap. Lalu petugas memperlihatkan kartu remi dan mengutip uang yang ada di atas tempat tidur.
"Saya kenal semua yang ada di video tersebut. Yang menangkap itu polisi. Saya kenal mereka," kata Arief sembari menyebut beberapa nama polisi yang ada dalam video.
Upaya konfirmasi
Arief tidak langsung menuliskan berita dan mempublikasikan video itu lantaran menimbang dalam video diduga terekam beberapa aparat penegak hukum. Dia pun masih memperkuat informasi agar beritanya tidak membuatnya tersandung hukum.
Setelah mendapat informasi dan bukti terkait pelepasan enam orang itu dari jerat hukum, Arief mengonfirmasi sejumlah pihak, di antaranya SH dan polisi.
Bukannya mendapat jawaban atas konfirmasi, Arief malah dihubungi oleh sejumlah pihak yang mengaku orang suruhan SH. Pihak yang menghubungi itu juga berniat untuk bertemu Arief.
Arief mengaku mereka yang menghubunginya diperintahkan agar bernegosiasi dengannya untuk tidak menerbitkan berita hasil investigasinya. Orang suruhan yang menghubungi dan menemui Arief bukan sembarang orang; mereka berlatar belakang profesi politikus, pejabat pemerintahan, akademisi dan pengurus organisasi kepemudaan.
Orang-orang itu pun menawarkan sejumlah uang agar Arief tidak menyebarkan video penggerebekan dan tidak membuat beritanya.
"Pertama saya ditawari lima puluh juta rupiah. Lalu saya ditawari lagi tiga puluh juta oleh orang yang berbeda. Permintaan mereka agar saya jangan menyebarkan video dan tidak buat berita tersebut," kata Arief.
Namun tawaran itu ditolaknya. Kendati demikian, Arief tidak langsung menolak secara kasar. Dia membuat permintaan yang diyakininya tidak dapat dipenuhi oleh SH dan orang suruhannya. Arief pun diancam. Puncaknya pada Kamis 5 Juli, seorang politikus ingin membahas video itu dengan Arief. Arief menolak lagi permintaan dari pihak SH.
"Saya tolak tawaran mereka. Lalu si BH (politisi) mengatakan, jika mereka tidak bisa menghentikan saya, maka ada orang suruhan yang akan menghabisi saya. Narasumber yang memberikan video dan foto itu minta agar saya publikasi. Setelah acara ini, videonya akan saya share ke teman-teman media," katanya.
Dilempar batu
Ancaman itu pun benar. Setelah pertemuan, Arief pulang ke rumahnya dengan mengendarai mobil. Sebelum pulang, dia singgah ke toko untuk membeli susu buat anaknya.
Saat melintasi Jalan Bromo, Medan, tiba-tiba sebuah sepeda motor dengan dua orang memepet mobilnya. Lalu orang yang berada di boncengan itu melemparkan batu besar dan menghancurkan kaca depan mobil Arief.
"Saya duga mereka sudah mengikuti saya. Mereka melempar batu lalu berputar arah. Setelah itu mereka langsung kabur. Kaca mobil rusak parah. Untung saya tidak terluka. Pelakunya orang tak dikenal," kata Arief.
Dia segera melapor kepada polisi setempat. Aparat masih menyelidiki kasus itu. Sejauh ini tidak ada lagi orang-orang suruhan yang melobi Arief berhubungan kasus perjudian itu.
"SH ini orang penting di kelompoknya. Jadi kalau dia diganggu, teman-temannya pasti akan mengurusi. Mungkin jika kasus yang saya telusuri itu terungkap bisa membahayakan posisi SH sebagai pejabat publik. Saya minta Kepolisian agar menangkap pelaku penyerangan saya. Saya minta kapolda Sumut untuk menahan enam pemain judi yang digerebek di hotel itu," kata Arief.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumatra Utara, Komisaris Besar Polisi Tatan Dirsan Atmaja, mengaku akan menangani secara serius ancaman dan teror kepada jurnalis itu.
"Kita tetap, dengan rekan-rekan wartawan, untuk melakukan penyelidikan terhadap teror dan ancaman dihadapi teman-teman jurnalis secara profesional," kata Tatan.
Untuk memudahkan proses hukum, Tatan meminta kerja sama rekan-rekan jurnalis untuk memberikan bukti-bukti sebagai petunjuk untuk mengungkap pelaku teror. (mus)