Polemik E-KTP Tercecer, Bawaslu Diminta Turun Tangan

E-KTP yang berceceran di kawasan Jalan Raya Sawangan, Depok, Jawa Barat.
Sumber :
  • Zahrul Darmawan

VIVA – Tercecernya ribuan keping kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Jalan Simpang Salabenda Desa Parakan Jaya, Bogor, Jawa Barat Sabtu, 26 Mei 2018 menjadi sorotan publik. Persoalan ini diminta diusut tuntas secara transparan agar tak memunculkan salah persepsi.

Pengamat pemilu, Said Salahudin mengatakan, tercecernya ribuan e-KTP ini miris karena terjadi jelang Pilkada serentak 2018. Seharusnya, Kementerian Dalam Negeri bisa lebih matang dalam mempersiapkan masalah e-KTP.

"Ini yang kita lihat jadi kemirisan. E-KTP ini kan bisa dijadikan sebagai alat hak pilih buat pemilu. E-KTP bisa digunakan tapi sesuai dengan alamat e-KTP," kata Said dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Rabu, 30 Mei 2018.

Berdasarkan pengalamannya memantau pemilu, Said menyebut masalah hak pilih ini jadi persoalan serius. Ia menyebut untuk Jakarta masih berpotensi ada pemilih 'siluman' yang datang dari luar daerah. Apalagi mengingat e-KTP bisa dipakai untuk memilih menyesuaikan alamat pemilih.

"Siapa jamin petugas KPPS bisa cek pemilih. Dari pemilu ke pemilu yang saya ikuti, itu selalu terjadi masalah. Kayak di TPS dekat perumahan DPR, ini ada pemilih dari Maluku, Indramayu milih di situ. Kalau ada penyelenggara pemilu katakan sulit terjadi, itu artinya dia enggak pernah turun ke lapangan," ujar Said.

Said juga heran alasan Kemendagri baru bersikap dengan menggunting kepingan ribuan e-KTP pasca insiden tercecernya. Menurutnya, insiden ini akan terus mengganjal selama belum ada pengusutan secara tuntas.

Dia pun meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk turun tangan dalam persoalan ini. Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, Bawaslu dinilai punya peran pengawasan, penindakan, pencegahan.

"Harus ada lembaga yang memverifikasi ini. Jadi, ini untuk memastikan. Bawaslu ini bisa karena bisa menindak, pencegahan," sebut Said.

 

Respons Bawaslu

 

Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja mengatakan, dalam persoalan ini, tak bisa hanya mengandalkan lembaga penyelenggara seperti Bawaslu saja. Menurutnya, perlu ada peran lembaga lain seperti kepolisian dan pihak lain.

"Itu sudah harus lebih dari satu lembaga, bukan hanya Bawaslu saja, ada kepolisian. Ini kasus tindak murni pedoman. Kemendagri, kepolisian," ujar Rahmat.

Namun, usulan ini, menurut Rahmat akan dibicarakan terlebih dulu secara internal oleh Bawaslu. Apalagi mengingat persoalan ini terkait hak pilih.

"Itu bisa diselidiki beberapa lembaga. Benar atau tidak kan, terus sistemnya ada di siapa sekarang," ujarnya.