Komnas HAM: Keterlibatan TNI Tangani Teroris Harus Dibatasi

Prajurit TNI saat berlatih perang beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • Dokumen Kodam XVII Cenderawasih.

VIVA – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, M. Choirul Anam, menyayangkan adanya pelibatan TNI yang turut dicantumkan dalam Undang-Undang Antiterorisme, yang baru disahkan DPR. Dia menilai kasus teroris merupakan peradilan kriminal yang seharusnya menjadi ranah polisi.

Jika ingin melibatkan TNI dalam penanganan teroris, semestinya dapat diatur di UU No. 34 yang mengatur tugas pokok dan fungsi TNI saja. Tidak perlu dicantumkan dalam Undang-Undang Antiteroris.

"Tetapi karena ini sudah kejadian, kita harus ketat soal Perpres. yang pertama memang sifat temporarinya harus clear. Jadi bukan permanen. Karena beberapa kali perdebatan itu, yang digeret adalah permanen. Perbantuannya jadi permanen. Harusnya enggak boleh permanen," kata Choirul di Cikini, Sabtu 26 Mei 2018.

Choirul menambahkan, batasan-batasan keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme juga harus jelas. Karena melawan teroris merupakan skema penegakan hukum. Sehingga, apabila Polri masih bisa menangani tindakan atau indikasi adanya tindakan terorisme, maka Polri sebagai agen utamanya.

"Kalau kami ketat keterlibatannya hanya penindakan dalam skala tertentu atau obyek tertentu di luar itu enggak boleh. Ini yang menurut saya nanti di Perpres harus tegas," ujarnya.

Soal Pelanggaran HAM

Menurut Choirul, banyak hal yang barus diperhatikan ketika melibatkan TNI untuk menangani terorisme. Salah satunya yaitu apabila terjadi pelanggaran HAM mengatasnamakan penanganan Teroris, ke mana oknum yang melakukan pelanggaran harus diproses.

Jika yang melanggar itu oknum Polri, maka telah diatur dalam pasal 28 UU kepolisian dan dapat dituntut secara hukum pidana.

"Kalau ini terjadi pelanggaran, ini gak ketemu ini. Mau diadilin di pidana militer? Nanti dibilang 'wong ini bantu polisi kok', terus diadili di pidana biasa, mereka enggak mau. Karena ini bukan yuridiksinya. Ini catatan yang cukup serius, kalau keterlibatannya enggak ketat terus terjadi pelanggaran ya tentaranya enggak bisa diadili," ujarnya. (ren)