Fakta Mengejutkan Terdakwa Bom Thamrin Aman Abdurrahman

Sidang kasus terorisme Aman Abdurrahman di PN Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Galih Pradipta

VIVA – Aksi teror bom di Indonesia kerap mengincar anggota Polri. Terkait hal itu, terdakwa perkara bom Thamrin, Aman Abdurrahman menyebut penyerangan terhadap aparat oleh terduga terorisme adalah tanggung jawab mereka masing-masing, bukan tanggung jawabnya.

"Itu adalah tindakan individu, yang kita harus tanyakan kepada pelakunya, siapa yang menyuruhnya," kata Aman dalam sidang pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat 25 Mei 2018.

Aman menjelaskan, dalam ajarannya, ia memang menyebut aparat di Indonesia adalah kafir. Tetapi, ia menegaskan, dalam ajarannya dia tak pernah menyerukan menyerang aparat.

"Ketahuilah bahwa walaupun saya mengkafirkan pemerintah Indonesia dan aparaturnya, tetapi sampai detik ini, saya di dalam rekaman, kajian atau tulisan yang disebarluaskan, belum melontarkan seruan atau ajakan kepada saudara-saudara kami yang hidup di tengah masyarakat ini untuk mulai menyerang aparat keamanan, karena pertimbangan dalil-dalil syar'i yang berkaitan dengan kondisi dan situasi semacam ini dan pertimbangan lainnya semuanya ada dalilnya," ujar dia.

Untuk diketahui, Aman dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dia disebut memenuhi seluruh dakwaan yang disusun JPU, yakni dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer.

Dakwaan kesatu primer, yakni Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.

Sementara itu, dakwaan kedua primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002, yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Aman dalam perkara tersebut didakwa sebagai sebagai aktor intelektual lima kasus teror, yaitu Bom Gereja Oikumene di Samarinda pada 2016, Bom Thamrin (2016). Selain itu, Aman juga terkait Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017). Dia terancam pidana penjara lebih dari 15 tahun, atau hukuman mati.

Dalam tuntutannya, JPU menyebut tak ada hal yang meringankan. Alih-alih meringankan Aman disebut malah memiliki sedikitnya enam hal memberatkan.

Selain kasus tersebut, Aman pun pernah divonis bersalah pada kasus Bom Cimanggis pada 2010, Densus 88 menjerat Aman atas tuduhan membiayai pelatihan kelompok teror di Jantho, Aceh Besar, kasus yang menjerat puluhan orang, termasuk Abu Bakar Ba'asyir. Dalam kasus itu Aman divonis sembilan tahun penjara.