Dosen USU yang Terjerat Kasus Ujaran Kebencian Masuk RS

Dosen USU diciduk setelah sebarkan fitnah soal bom Surabaya
Sumber :
  • VIVA/Putra Nasution

VIVA - Kondisi terduga pelaku ujaran kebencian, HDL, terus melemah. Kini, dosen bertugas di Universitas Sumatera Utara (USU) itu, dibantarkan ke Rumah Sakit Bhayangkara, Medan. Kemudian, tim kuasa hukum HDL terus berusaha untuk meminta penangguhan kepada Polda Sumut.

"Jadi, saat kami datangi HDL di Polda, kondisinya sangat lemah. Kami lihat kondisinya tertekan di mana dia sering menangis, pusing dan HDL juga mempunyai riwayat penyakit vertigo," kata Sekretaris Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kota Medan, Chairul Munadi, kepada wartawan di Medan, Kamis malam, 24 Mei 2018.

Dengan kondisi Dosen berstatus Aparatur Sipil Negera (ASN) itu tidak sehat, Chairul menilai penyidikan harus dilakukan secara manusiawi untuk memberikan izin kepada HDL diberikan penangguhan penahanan.

"Kami menyayangkan Polda Sumut yang membawa HDL saat konferensi pers. Padahal kondisi HDL sangat lemah, buktinya dia beberapa kali pingsan saat konferensi pers," tutur Chairul.

Setelah dibantarkan di RS Bhayangkara, keluarga dan Tim Hukum terus mendampingi dan memberikan dukungan untuk HDL. Namun begitu, Chairul mengatakan tim kuasa hukum terdiri beberapa pengacara akan terus melakukan upaya hukum untuk membela Kepala Arsip USU Non-aktif tersebut.

"HDL dirawat di rumah sakit sejak hari Selasa kemarin, 22 Mei 2018. Saat dijenguk, HDL terus menanyakan keadaan ibunya. HDL ini single parent yang merawat tiga anak dan ibunya. Banyak dukungan dari dosen dan mahasiswa serta masyarakat umum," katanya.

Chairul mengkritisi sikap penyidikan dilakukan Polda Sumut, yang dinilai kurang dalam unsur berita acara perkara dalam penyidikan tersebut. Kepolisian hanya hanya memeriksa dua saksi yakni anak HDL dan polisi yang melaporkan kasus itu.

Dia menerangkan HDL ditahan sejak Sabtu 19 Mei 2018. Polisi segera melakukan gelar perkara. Dan pada hari Minggu 20 Mei HDL dipaparkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian saat konferensi pers.

"Saksi yang diperiksa hanya dua orang dan itu juga dari kepolisian dan anak kandung HDL. Belum ada saksi ahli bahasa yang diperiksa," katanya.

Chairul menerangkan bahwa saat ini mereka tengah melakukan penangguhan terhadap HDL kepada tim penyidik agar HDL bisa kembali lagi beraktivitas.

"Kami sudah mengajukan penangguhan penahanan. Lagi pula kondisinya pasca dipaparkan di Polda Sumut sempat drop dan dua kali pingsan. HDL juga tulang punggung keluarga dan dosen pengajar di universitas. Dia juga kooperatif dalam proses hukum," katanya.

Tim Hukum KAHMI yang mendalami kasus itu menyatakan bahwa HDL tidak ada menulis soal 3 bom terorisme di Kota Surabaya di media sosial. "Kami tegaskan bahwa HDL tidak ada menulis soal bom di Surabaya. Dia akun facebooknya tidak ada tulisan soal bom," kata Chairul.

Terkait tulisan di akun facebook HDL, Tim Hukum juga sudah menanyakan ke Polda alasan munculnya penggiringan opini soal bom di Surabaya. "Polda belum memberikan jawaban soal isu bom yang muncul itu. Kepolisian diduga imajiner dalam memberikan keterangan pers. Dan keterangan pers, soal bom itu ditulis dan disebarkan. Akibatnya banyak media massa yang mengkaitkan HDL menulis soal bom di Surabaya, padahal HDL tidak ada menulis soal bom. Tidak ada bukti soal itu," tuturnya.

Sebelumnya, HDL diamankan di kediamannya di Jalan Melinjo II Komplek Johor Permai, Kecamatan Medan Johor Kota Medan pada Sabtu malam, 19 Mei 2018.  Dia diamankan karena salah satu postingan akun facebooknya tersebut viral hingga mengundang perdebatan hangat netizen dan diduga menyampaikan ujaran kebencian.

Dalam postingan HDL tertulis: "Skenario pengalihan yang sempurna…
#2019GantiPresiden," tulis HDL di Facebook.

Setelah itu menjadi viral, HDL yang juga memiliki pendidikan terakhir S2 itu pun langsung menutup akun facebooknya. Namun, postingannya sudah terlanjur discreenshoot netizen dan dibagikan ke media daring.