Ini Aturan Pelibatan TNI dalam RUU Terorisme
- VIVA.co.id/Fajar Sodiq
VIVA – Penyelesaian revisi atas Rancangan Undang-undang Terorisme terus digodok di DPR. Klausul beberapa pasal baru RUU Terorisme sudah disepakati, seperti pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam penindakan.
Ketua Tim Panja Pemerintah, Enny Nurbaningsih mengatakan, pasal pelibatan TNI sudah final dan disepakati DPR dan pemerintah.
"Jadi, kami tidak mengubah pasal itu, itu sudah sepakati semua," kata Enny di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 24 Mei 2018.
Untuk mendukung aspek pelibatan TNI ini, akan ditegaskan kembali dalam Peraturan Presiden (Perpres). Dalam Perpres itu, nanti diatur mekanisme lebih detail terkait pelibatan TNI dalam penindakan terorisme.
"Sedang dalam proses awal men-drafting dari teman-teman yang ada di Kemenhan," ujar Enny yang juga Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) itu.
Enny menekankan, dengan penguatan perpres itu akan diatur skala ancaman terkait keterlibatan TNI. Pelibatan TNI akan diatur terkait mekanisme operasi militer, selain perang (OMSP).
"Akan dilihat, bisa jadi dari sisi leveling-nya, bisa dari sisi tingkat ancamannya, lokasinya, kewilayahan, dan seterusnya," kata Enny.
Berikut ini, bunyi pasal 43 C yang mengatur pelibatan TNI dalam revisi UU antiterorisme:
1. Kebijakan dan strategi nasional penanggulangan Tindak Pidana Terorisme dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, serta instansi pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan penanggulangan terorisme.
2. Peran Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berfungsi memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Baca: Pansus Terorisme: Pelibatan TNI Diputuskan Secara Aklamasi
Adapun Panitia Khusus RUU terorisme terus mengebut pembahasan dengan melakukan rapat tim sinkronisasi dengan tim Panja Pemerintah pada Kamis 24 Mei 2018 ini. Dalam rapat ini dilakukan sinkronisasi pasal-pasal yang ada, agar tidak saling berbenturan.
"Untuk memastikan tidak ada pasal-pasal yang bertentangan antara satu dengan yang lain. Kedua, tidak ada persoalan yang sama di pasal yang berbeda," kata Ketua Pansus Muhammad Syafi'i di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.