Sri Sultan Sebut Warga Terbiasa Siklus 4 Tahunan Merapi
- Daru Waskita
VIVA – Gubernur Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, menyatakan kalau warga lereng Gunung Merapi sudah terbiasa dengan siklus erupsi yang hampir terjadi setiap empat tahun sekali.
"Warga di lereng Merapi itu sudah terbiasa dengan siklus erupsi Gunung Merapi, sehingga mereka sudah mengumpulkan surat-surat penting dan benda berharga dalam suatu tempat (kantong) dan jika terpaksa mengungsi tinggal membawanya," kata Sultan, Kamis 24 Mei 2018.
Meski hanya berstatus waspada, Ngarso Dalem panggilan akrab Sri Sultan HB X, juga tidak melarang jika warga mengungsi secara mandiri. Karena psikologis warga berbeda-beda dan pemerintah akan memfasilitasinya dengan memenuhi kebutuhan warga yang mengungsi.
"Apa yang terjadi di Merapi saat ini adalah tahapan yang menjadi peringatan bagi seluruh penghuni di sekitarnya. Yang pasti, bencana Merapi berbeda dengan bencana lainnya semisal gempa bumi,” katanya.
Ke depan, Sultan berharap, erupsi Merapi ini tidak mengakibatkan banyak korban jiwa seperti letusan-letusan sebelumnya, asalkan semua warga mematuhi apa yang sudah menjadi imbauan.
"Ya warga patuh terhadap imbauan pemerintah maka korban tidak akan banyak," ujarnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Biwara Yuswantana, menyatakan, sebagai antisipasi bencana, pemerintah DI Yogyakarta telah menyiapkan anggaran sebesar Rp9,5 miliar untuk tahun ini. Selain bencana Merapi, anggaran itu juga bisa dipergunakan untuk bencana lainnya.
“Sampai saat ini belum ada permohonan bantuan dari Pemkab Sleman sebagai penanggung jawab utama bencana Merapi. Namun, kebutuhan logistik seperti bahan makanan, tikar, dan family kit sudah kami salurkan ke pengungsi,” jelasnya.
Hingga saat ini, BPBD mencatat sebanyak 55 warga yang kebanyakan lanjut usia masih mengungsi di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan.
BPBD, menurut Biwara, mencatat sebanyak 587 kepala keluarga masih bermukim di kawasan rawan bencana (KRB) III yang sesuai keputusan Presiden harus kosong. Biwara mengatakan, alasan masih bertahannya keluarga di zona merah ini karena ekonomi.
“Tahun ini kami sudah siapkan 30 hunian tetap untuk mereka agar berkenan pindah. Sedangkan mengenai jalur evakuasi, kami juga sudah petakan serta lakukan perbaikan di mana saja yang rusak,” katanya.