Dituntut Hukum Mati, Ini Fakta Aman Otaki Bom Thamrin
- Repro Instagram
VIVA – Jaksa telah membacakan tuntutan hukuman mati terhadap Aman Abdurrahman, terdakwa perkara terorisme dan peledakan bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
"Menuntut majelis hakim, untuk menjatuhkan pidana pada terdakwa dengan pidana mati," kata JPU dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 18 Mei 2018.
Tuntutan hukuman mati itu dinilai jaksa sangat berdasar karena, selama persidangan, terungkap fakta tentang peran Aman dalam serangan bom bunuh diri di Kafe Starbucks dan Pos Polisi di Jalan MH Thamrin, pada 14 Januari 2016.
Memang, saat bom bunuh terjadi, Aman mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kembang Kuning di Pulau Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Namun, Aman lah yang merencanakan dan menyuruh para pelaku untuk melakukan kejahatan terorisme, yang disebutnya sebagai jihad amaliah.
Dalam berkas tuntutan, jaksa membacakan, bahwa pada sekitar bulan November 2015, Aman mengumpulkan pengikutnya untuk bertemu dengannya di LP Kembang Kuning.
Saat itu yang diperintahkan datang oleh Aman, di antaranya, amir alias pimpinan Jamaah Ansharud Daulah JAD wilayah Ambon, Maluku, yang ditunjuk sebagai ketua laskar askari.
Lalu, saksi atas nama Saiful Muntohir alias Ahmad Hariadi alias Abu Gat bersama Khaidar Ali, mengunjungi terdakwa serta Iwan Dermawan Munto alias Rois di Lapas Kembang Kuning, Nusa Kambangan. Kunjungan mereka itu untuk menyampaikan hasil rapat daulah di Malang.
Tetapi oleh terdakwa yang telah mengenal sebelumnya sebagai orang yang memiliki keahlian askar dalam kasus bom Cimanggis, di mana terdakwa juga dipidana karena keterlibatannya.
***
Lalu, terdakwa dengan isyarat tangan kepada saksi Saiful Muntohir segera menghampiri terdakwa. Lalu ia memprovokasi dengan berbicara berbisik, menyampaikan kepada saksi Saiful, bahwa atas perintah umaro pimpinan khilafah dari Suriah dan pesan tersebut dipertegas Rois, Iwan Darmawan untuk melaksanakan amaliah jihad, seperti yang terjadi di Paris, Prancis, adalah karena terdakwa kemudian menyampaikan teknis pelaksanaannya nanti disampaikan oleh rois.
Sebagai wujud niat terdakwa agar pesan umaro yang dimaksud dapat dilaksanakan oleh saksi Saiful Muntohir yang diketahuinya, ahli di bidang askari, sedangkan Iwan telah menyiapkan dana sebesar 200 juta rupiah dan sudah ada orang sebagai pelaksana dan sudah siap melaksanakan aksi amaliah.
Sedangkan Saiful hanya diminta untuk mengatur dan mencari tambahan personel sebagai koordinator lapangan, sehingga akhirnya saksi mencari orang sebagai pelaksana lapangan.
Dan Muhammad Ali Alias Rizal Alias Abu Isa dan juga ikut daulah di di Malang, menawarkan dirinya menjadi eksekutor aksi amaliah tersebut.
Senjata api yang didapatkan sebanyak dua pucuk, dua pistol berwarna silver, dari kelompok Banten dengan koordinator pelaksana amaliah yang diperintahkan Aman Abdurahman, serta Iwan Dermawan , dibantu rois yaitu saksi Saiful Muntohir. Dia menyampaikan kepada Iwan Dermawan Munto mengenai kesiapan amaliah dan dijawab, 'Ya sudah, bismillah saja'.
***
Dengan sasaran target Jalan Sabang Jakarta, karena di sana banyak bule sekaligus ketika itu.
Muhammad Ali juga meminta kepada Saiful Muntohir untuk menyampaikan pesan dan salamnya kepada Aman Abdurrahman serta kepada Iwan Dermawan serta mohon doa dari duanya.
Sehingga pada tanggal 14 Januari 2016, sekitar pukul 10.00 WIB, Muhammad Ali dengan Sunakin alias Abu Yaza, dian, Azam , pelaku bom bunuh diri yang seluruhnya meninggal dunia. Melakukan kejahatan kekerasan, berupa serangan dengan cara meledakan diri di Starbuck kafe Jalan MH Thamrin dan di pos polisi di Jalan Thamrin Jakarta Pusat, adalah sebagai pelaksanaan amaliah seperti di Paris, yang telah menimbulkan banyak korban meninggal dunia.
Aktor Intelektual
Dalam tuntutannya, jaksa menyebut, dakwaan ke satu primer yakni Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan ke satu primer.
Sementara dakwaan kedua primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Aman dalam perkara tersebut didakwa sebagai sebagai aktor intelektual lima kasus teror, yaitu Bom Gereja Oikumene di Samarinda pada 2016, Bom Thamrin (2016). Selain itu, Aman juga terkait Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017). Dia terancam pidana penjara lebih dari 15 tahun atau hukuman mati.
Dalam tuntutannya JPU menyebut tak ada hal yang meringankan. Alih-alih meringankan Aman disebut malah memiliki sedikitnya enam hal memberatkan.
Selain kasus tersebut, Aman pun pernah divonis bersalah pada kasus Bom Cimanggis pada 2010, Densus 88 menjerat Aman atas tuduhan membiayai pelatihan kelompok teror di Jantho, Aceh Besar, kasus yang menjerat puluhan orang, termasuk Abu Bakar Ba'asyir. Dalam kasus itu Aman divonis sembilan tahun penjara. (ren)
Baca: Ustaz Somad Bongkar Rahasia ISIS, Ternyata Bukan Islam
Lihat video pembacaan tuntutan Aman Abdurahman di video ini: