Pelaku Industri Dunia Bagikan Kiat Hadapi Revolusi Industri
VIVA – Lebih dari 1.000 orang delegasi Asia Pacific Media Forum (APMF) 2018 menuntaskan perhelatan untuk mengantisipasi revolusi industri media terkini pada tanggal 4 Mei 2018 lalu di Bali Nusa Dua Convention Center.
Pembahasan ini sejalan dengan salah satu prioritas Presiden Joko Widodo. Yaitu, untuk membangun ekosistem kewirausahaan yang memungkinkan industri untuk bergerak lincah dalam memanfaatkan potensi model baru ekonomi digital.
Ketua APMF 2018 Andi Sadha mengungkapkan, bahwa kemunculan inovasi disruptif, khususnya di ranah digital, tidak bisa dihindari. Kami sebagai pelaku industri media, pemasaran, dan komunikasi menyadari bahwa perkembangan ini juga mengubah aturan dan praktik bisnis konvensional, ujarnya.
Riset oleh Global Center for Digital Business Transformation mengungkapkan bahwa 4 dari10 pemain pasar teratas saat ini terancam tergusur oleh disrupsi digital dalam 5 tahun mendatang. Sementara, hanya 25% perusahaan mengaku memiliki pendekatan proaktif terhadap transformasi digital.
“Jika bisnis hanya stagnan dengan model lamanya, besar kemungkinan bahwa bisnis tersebut akan segera usang.Tema ‘Re:Write’ tahun ini menegaskan pentingnya menulis ulang strategi bisnis di tengah pesatnya adopsi inovasi disruptif,” lanjut Andi.
Senada, dalam keynote untuk menutup ajang berkumpul dua tahunan pemimpin bisnis, pelaku pemasaran dan periklanan, serta penggagas tren digital tersebut, Founder & Chief Trend Curator The Non-Obvious Company Rohit Bhargava menggaris bawahi isu transformasi bisnis dalam menyambut revolusi industri.
“Bisnis saat ini menghadapi tiga tantangan utama yang muncul seiring perkembangan teknologi,” papar Rohit.
Pertama, krisis kepercayaan, di mana konsumen sulit mempercayai apa yang disampaikan lewat pemasaran. Kedua, tuntutan konsumen terhadap akses dan ‘keinstanan’ semakin ekstrem. Terakhir, batas-batas industri semakin melebur sehingga membuat konsumen bingung atau kewalahan.
Pemegang lima gelar Wall Street Journal Bestseller ini melanjutkan, bahwa kebanyakan bisnis tidak siap menghadapi dunia yang demikian penuh dengan disrupsi. Lantas, bagaimana bisnis mulai bertransformasi agar tetap relevan? Kuncinya yaitu mengkurasi tren-tren yang ada untuk menemukan pola yang mungkin dilewatkan oleh kebanyakan orang, ujarnya.
Menanggapi kebutuhan tersebut, puluhan pembicara kelas dunia yang dihadirkan APMF 2018 membagikan tren dan insight penting untuk mempersiapkan bisnis menghadapi revolusi industri terkini. Mulai dari Blockchain dan machine learning, hingga pemasaran berbasis ilmu perilaku yang disampaikan oleh Presiden The Ogilvy Center for Behavioral Science Christopher Graves.
Christopher menyampaikan media sosial kini dapat membantu kita melakukan segmentasi konsumen secara lebih akurat dan personal.
“Unggahan, profil, dan pola penggunaan media sosial dapat mengungkapkan tipe kepribadian menurut berbagai variasi lima elemen kepribadian. Dalam bahasa Inggris, kelima elemen tersebut disingkat menjadi OCEAN: Openness (keterbukaan), Conscientiousness (kehati-hatian), Extraversion (ekstroversi), Agreeableness (kemudahan untuk bersepakat/kompromi), dan Neuroticism (tendensi neurosis),” ungkapnya.
Sejak pertama kali diluncurkan pada 2005, APMF terus memberikan kontribusinya kepada industri terkait, baik di Indonesia maupun Asia Pasifik, dengan menghadirkan inspirasi dan Informasi terkini dalam format Konferensi dan Advance Class. Berbagai solusi consumer engagement juga dipamerkan dalam sebuah Expo skala besar, sehingga memudahkan pelaku bisnis untuk meninjau dan menemukan solusi terbaik bagi usahanya.
Tahun ini, jajaran pembicara APMF mencakup pula Simon Fuller, pengusaha Inggris kenamaan dan otak di balik American Idol, Axton Salim, Direktur& CMO Indofood, Bessie Lee, CEO & Founder Withinlink, incubator startup dan venture fund asal Tiongkok, Ann Mack, Director of Insight Marketing Facebook, Marissa McArdle, Global Vice President Digital Audience Measurement Nielsen, dan Manuel Hubault, Global SVP Brand Partnerships Universal Music Group.
“Kami harap, lewat berbagai paparan yang dihadirkan APMF 2018, para delegasi dapat meninggalkan strategi bisnis yang usang, mempelajari berbagai strategi terkini yang ada di pasaran, serta menulis ulang strategi baru yang memungkinkan bisnis mereka tetap relevan dan terus bertumbuh seiring arus perkembangan teknologi,” kata Andi Sadha. (webtorial)