Kabar Duka dan Gembira soal Badak Jawa di Ujung Kulon

Seekor badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) menampakkan diri di Taman Nasional Ujung Kulon.
Sumber :
  • VIVA.co.id/WWF doc

VIVA – Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, Wiranto, menyampaikan kabar duka dan gembira yang saat ini menyelimuti Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Kelahiran dua anak badak dan kematian satu badak dewasa.

“Hasil monitoring pada tahun 2017 jumlah minimal Badak Jawa 67 ekor, dengan kematian Badak Jawa dan dua kelahiran baru angka minimum badak saat ini menjadi 68 ekor,” kata Wiranto saat di wawancara Kamis 26 April 2018.

Mengenai kematian tersebut, petugas Balai Taman Nasional Ujung Kulon menemukan bangkai Badak Jawa jantan di pantai Karang Ranjang, SPTN Wilayah II Pulau Handeuleum Ujung Kulon. Bangkai ditemukan  dalam kondisi masih utuh dengan pencocokan database ciri khas robekan pada telinga kiri yang terdapat pada bangkai. Badak itu diketahui bernama Samson dengan nomor ID 037.2012.

“Ini utuh kaki lengkap, cula ada dan kulit tidak lecet, dengan ciri khas telinga sebelah kiri, itu adalah Samson dengan id 037.2012,” kata Wiranto.

Langkah selanjutnya, dengan dokter hewan melakukan pendokumentasian dan penyelamatan cula, dan bangkai agar tidak terbawa arus. Kematian perkiraan sudah tiga hari,  tidak ada indikasi infeksi seperti makan sampah, racun dan lainnya. Dugaan sementara mati tua, namun masih menunggu hasil lab usus hati dan otot.

Beriringan dengan hal tersebut, rekam video perangkap menunjukkan ada dua kelahiran anak badak dari dua betina badak dengan induk bernama Puri dengan ID 013.2011 di Blok Rorah Bogo, dan induk bernama Dewi dengan ID 004.2011 di blok Cikeusik Wilayah II Pulau Handeulem. Kedua bayi dengan ID 073.2018 dan 074.2018 itupun belum diberi nama.

Terkait hal ini, Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon  Mamat Rahmat mengatakan, bahwa dasar pengelolaan mengalami pertumbuhan.

“Natalitas lebih tinggi dari mortalitas, ada pertumbuhan populasi yang lebih tinggi, mati satu tapi dengan dua kelahiran. Badak pinggulnya bundar-bundar berarti itu makmur dan sehat,” kata Mamat.

Populasi badak saat ini termasuk critically endangered atau satwa krisis yang terancam punah. Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 diharuskan melindungi Badak Jawa karena sensitivitasnya sangat tinggi perkembangbiakan sulit dan lama, pertumbuhan populasi menjadi sangat lamban.

“Badak lima tahun sekali mengandung, satu setengah tahun  menyusui  sampai dua tahun diasuh. Dalam masa ini tidak bisa didekati oleh jantan, badak juga tidak bisa mengandung anak kembar," katanya.

Dari 68 jumlah badak, jenis kelamin betina sebanyak 30 ekor dan berpeluang untuk melahirkan. Namun seks rasio tidak seimbang, lebih banyak badak jantan dari betina, idealnya harus satu berbanding empat. Namun di Ujung Kulon saat ini, satu badak berbanding satu.

“Kematian samson menjadi indikasi kurangnya jantan, usia badak dewasa 53 ekor sisanya anak, harusnya anak lebih banyak, ini masuk krisis. Perlu banyak kantong habitat di luar Ujung Kulon, karena takut bencana, atau Gunung Krakatau meletus," kata Mamat.

Badak Jawa ditemukan pada 1982 dan merupakan spesies langka diantara lima spesies yang ada di dunia. Badak Jawa hanya ada di Ujung Kulon. Saat ini perburuan nyaris nol di Ujung Kulon, mantan-mantan pemburu dijadikan penjaga badak, manajemen Badak Jawa menggunakan masyarakat setempat cukup berhasil.

Mamat menambahkan, terkait kematian Samson sudah menjadi perilaku satwa liar mencari tempat yang perlu air. Seperti di pantai atau di pinggir sungai ketika badak sudah sekarat. Bangkai badak Samson akan di rangkai kembali tulang belulangnya untuk dijadikan memoriam.

“Bangkai dikubur 1 bulan, tulang belulang dirangkai kembali seperti sudah ada di kantor Gubernur Banten, Gedung Manggala Wanabakti sendiri dan di Taman Nasional Ujung Kulon. Ini akan dirangkai kembali, lalu menunggu keputusan Menteri untuk ditaruh dimana,” katanya.