PSI Sayangkan Marak Kampanye Pernikahan Dini
- Pixabay
VIVA – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyayangkan maraknya kampanye pernikahan dini yang belakangan ini terjadi.
Hal ini disampaikan Juru Bicara PSI bidang Kepemudaan dan Perempuan, Dara Adinda Nasution, menyikapi pernikahan yang terjadi antara dua remaja di Bantaeng, Sulawesi Selatan, yang berlangsung Senin, 23 April 2018. Kedua remaja itu yakni, SY, berusia 14 tahun, dan pasangannya, FA, baru berusia 15 tahun.
Menurut Dara, pernikahan itu sebenarnya terlarang. Dara menjelaskan, berdasarkan pasal 7 ayat (1) UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
Tetapi, pasangan SY dan FA berkeras dan mengajukan dispensasi yang akhirnya dikabulkan oleh Pengadilan Agama setempat dengan alasan menghindari zina.
"Pernikahan adalah sesuatu keputusan yang luhur yang seharusnya diambil dengan penuh pertimbangan dan matang," kata Dara, dalam keterangan pers yang diterima VIVA, Rabu, 25 April 2018.
Dara mengkhawatirkan pernikahan dini akan menimbulkan sejumlah masalah, seperti putus sekolah, ketidaksiapan fisik dan mental, ketidakcukupan finansial, kematian ibu dan bayi, serta kemiskinan.
Dara mengutip laporan Badan Pusat Statistik tahun 2016 yang menyebutkan bahwa anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun (pengantin anak) memiliki tingkat pencapaian pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak perempuan yang belum menikah, khususnya setelah sekolah dasar (SD).
Selain itu, katanya, anak yang menikah lebih muda memiliki pencapaian pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang menikah lebih tua.
"Saya tentu saja menghormati hak pasangan tersebut untuk menikah, apalagi kalau tujuannya adalah untuk menghindari perzinahan. Tetapi, pada dasarnya, pernikahan semacam itu seharusnya hanya dilakukan dalam keadaan darurat dan bukan sesuatu yang dipromosikan," tuturnya.
Dara menyebut secara khusus adanya kampanye di kalangan remaja tertentu yang seolah-seolah mendorong para remaja untuk menikah secepatnya. Dara menilai, implikasi menikah muda itu sangat panjang dan serius. Jika ini dijadikan tren, Indonesia berpotensi gagal memetik manfaat dari bonus demografi.
"Indonesia membutuhkan anak-anak muda yang produktif dan mampu mengoptimalkan potensi dalam dirinya. Kalau generasi muda menikah terlalu dini, semua potensi itu bisa sia-sia," kata Dara.
"Kalau tujuannya menghindari zina, pernikahan bukanlah jawaban tunggal. Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan anak muda untuk menghindari zina, misalnya berorganisasi, belajar, mengaji, dan lain-lain," kata Dara.
Lebih lanjut ia menambahkan, "Zina tentu saja dilarang dalam agama-agama, termasuk Islam. Tapi, kemiskinan yang sangat mungkin terjadi karena pernikahan dini yang tidak terencana juga menjadi sumber bencana. Kemiskinan itu dekat dengan kekufuran, begitu kata hadits Nabi Muhammad SAW."
"Lagipula, memangnya isi kepala anak muda hanya seks?" (mus)