Besarnya Potensi Korupsi Kehutanan, AMAN Datangi KPK
- Antara/ Jafkhairi
VIVA – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau AMAN meminta Komisi Pemberantasan Korupsi meningkatkan pengawasan di sektor sumber daya alam khususnya mengenai kehutanan lantaran potensi korupsi di sektor ini dinilai cukup besar.
Hal tersebut disampaikan Direktur Advokasi AMAN, Erasmus Cahyadi usai bertemu dengan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantor KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 20 April 2018.
"Jadi kami ingin ada suatu upaya yang luar biasa dari KPK untuk bersama-sama dengan kami melihat isu korupsi di sektor sumber daya ini termasuk hutan," kata Erasmus.
Erasmus menjelaskan, salah satu celah korupsi di sektor kehutanan adalah saat proses perizinan. Bahkan saat ini AMAN menengarai praktik korupsi di sektor SDA makin marak terjadi di tengah Pilkada 2018.
Meskipun demikian, Erasmus mengakui belum mendapat data valid ihwal dugaan korupsi pemberian izin di sektor SDA untuk kepentingan pilkada. Tapi dari informasi awal yang pihaknya kumpulkan ditemukan banyak indikasi pemberian izin tersebut untuk maju pilkada.
"Jadi kami ingin bahwa informasi-informasi semacam ini kita dalami bersama terutama oleh KPK. Kami sebagai organisasi masyarakat siap membantu KPK untuk memperdalam informasi-informasi terkait ini," ujarnya.
Salah satu hal yang disampaikan AMAN adalah intimidasi yang kerap diterima masyarakat adat tiap adanya pembangunan di ruang hidup mereka. Erasmus memberikan contoh kasus yang terjadi di Kecamatan Seko, Luwu Utara, Sulawesi Selatan dan di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.
"Banyak tempat lain juga yang terjadi hal serupa," kata dia.
Sementara Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyambut baik kedatangan kelompok masyarakat ini. Saut menyebut AMAN bisa dijadikan mitra lembaganya untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam.
"Bentuknya apakah kita akan membuat sebuah kegiatan yang memungkinkan mereka bisa mengimbangi cara berpikir teman-teman di ICW misalnya. Sehingga kalau ngelapor ke kami itu detail. Tadi ada permintaan begitu," kata Saut.
Saut menegaskan bahwa kelompok masyarakat adat ini bukanlah orang-orang yang tak memahami dan menolak pembangunan dan bukan kelompok yang tak paham tentang pembangunan ekonomi. Namun harus dipahami bahwa pembangunan tak harus merusak kearifan lokal masyarakat adat di seluruh Indonesia.
"Nah bagaimana nilai-nilai itu tetap ada, pembangunan tetap jalan. Itu yang perlu disampaikan pesannya. Kita tidak menolak pembangunan," ujarnya.