Solusi Menara Masjid Sentani Papua, Tim Kecil Dibentuk
- istimewa
VIVA – Tim kecil dibentuk untuk merumuskan solusi penyelesaian menara Masjid Al-Aqsha di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Pembentukan tim ini berdasarkan kesepakatan dari rapat Koordinasi Kerukunan Umat Beragama, Senin 19 Maret 2018.
Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ), Robby Depondoye mengatakan, tim ini terdiri dari lima orang.
Ia menjelaskan, lima orang tersebut adalah perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua, Saiful Islam Payage, Ketua PGGJ Robby Depondoye, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupatan Jayapura, Hosea Taudufu, Anggota MUI Papua, Tonny Wanggai, dan mantan Ketua Sinode Provinsi Papua, Alberth Yoku.
"Nanti, tim ini yang duduk bersama. Bagaimana mengkaji aspirasi dari tuntutan-tuntutan yang ada. Kita cari untuk solusi persoalan ini," ujar Robby, saat dihubungi VIVA, Senin 19 Maret 2018.
Robby mengatakan, keinginan PGGJ tetap menuntut adanya pembongkaran menara Masjid AL-Aqsha. Ia mengklaim secara lisan, pihak MUI sudah setuju dengan usulan ini. Namun, tentunya masih perlu dibicarakan lagi bersama tim.
"Jadi, gini, kami berpendapat menara itu kan aksesoris. Dari tinjauan teman MUI Papua, sudah ada titik temu. Karena di Jayapura, ada aturan dalam membangun rumah ibadah," jelas Robby.
Dia menekankan kembali, dalam polemik ini diharapkan bisa diselesaikan dengan semangat kebersamaan. Tujuan menciptakan Papua sebagai tanah yang damai, harus menjadi tujuan bersama.
"Kita punya semangat untuk kebersamaan, bagaimana Jayapura secara khusus di Papua, menjadi tanah yang damai. Ini yang harus dijaga," tutur Robby.
Baca: MUI Papua: Tuntutan Pembongkaran Menara Masjid Impossible
Sebelumnya, PGGJ menuntut pembongkaran menara Masjid Al-Aqsha di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Alasannya, menara dari masjid yang telah dibangun selama satu tahun itu lebih tinggi dari bangunan-bangunan gereja yang banyak ada di Sentani.
Robbi menyampaikan, pembongkaran harus dilakukan selambat-lambatnya pada 31 Maret 2018, atau 14 hari sejak tuntutan resmi diumumkan. PGGJ juga sudah menyurati unsur pemerintah setempat untuk menyelesaikan masalah sesuai aturan serta cara-cara persuasif. (asp)