Ketika Gamelan Bali Berganti House Music di Pawai Ogoh-ogoh
VIVA – Malam ini, umat Hindu Bali menggelar pawai Ogoh-ogoh keliling desa. Di Kota Denpasar, pawai Ogoh-ogoh dipusatkan di Lapangan Puputan. Secara bergantian mereka mengelilingi patung catur muka yang sudah ditutup sejak sore.
Berbagai jenis boneka raksasa yang terbuat dari anyaman bambu dan atau stereoform itu diangkut menggunakan batang bambu yang telah diikat menjadi segi empat. Mereka yang mengangkat ogoh-ogoh terdiri dari beberapa orang, tergantung dari besar dan berat Ogoh-ogoh.
Semakin besar Ogoh-ogoh, maka semakin banyak pula yang mengangkat. Masing-masing banjar atau desa sudah pasti menggunakan kaus yang menuliskan nama kelompok mereka.
Di bagian paling depan biasanya beberapa orang remaja putri berbaris membawa spanduk yang menunjukkan identitas banjar atau desa tempat mereka berasal. Tak jaran pula mereka membawa obor. Setelah itu, pengarak Ogoh-ogoh berjajar mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa.
Di bagian belakang berbaris penabuh (rombongan pemain alat musik gamelan Bali). Biasanya, musik gamelan yang dimainkan anak-anak muda itu mengikuti ritme arak-arakan Ogoh-ogoh. Jika sedang berjalan biasa, maka gamelan akan terdengar pelan cenderung lembut.
Namun ketika mendekati perempatan, yang artinya Ogoh-ogoh harus diputar dan diturun-naikkan hingga seakan bergerak hidup, maka musik gamelan akan semakin tinggi ritmenya.
Begitulah gamelan Bali yang memang tak bisa lepas dari arak-arakan Ogoh-ogoh. Gamelan Bali juga selalu dimainkan hampir di berbagai kesempatan mulai penyambutan tamu, pembukaan acara seremonial hingga upacara adat, seni, agama dan budaya.
Namun sejak beberapa tahun belakangan, gamelan Bali 'seakan' berganti dengan house music. Ya, belakangan ini arak-arakan Ogoh-ogoh lebih banyak menggunakan house music sebagai musik pengiringnya.
Sound system dengan voltase tertentu dengan menggunakan mesin genset ditaruh di dalam gerobak yang mereka dorong. Berbagai jenis musik berdentum amat keras memekakkan telinga. Jika sedang berhenti, sudah barang tentu anak-anak mudah berjoged ria mengikuti alunan musik. Mirip diskotek jalanan.
Memang tak ada larangan menggunakan house music dalam pawai Ogoh-ogoh. Yang patut diingat pawai Ogoh-ogoh sehari sebekum Nyepi memiliki makna begitu mendalam bagi umat Hindu Bali. Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Prof Gusti Ngurah Sudiana menjelaskan, Ogoh-ogoh merepresentasikan bhutakala.
"’Bhu’ arti alam semesta dan waktu, sementara ‘Kala’ artinya yang tak terukur dan terbantahkan," terang Sudiana saat dihubungi Jumat 16 Maret 2018.
Dalam perwujudannya, Ogoh-ogoh merupakan boneka raksasa dengan bentuk yang besar dan menyeramkan. Ia akan diarak sehari sebelum Nyepi dilangsungkan atau sering disebut pada saat malam pengrupukan. Seluruh warga mulai dari orangtua, anak muda hingga anak-anak ikut larut dalam kegembiraan mengarak Ogoh-ogoh keliling desa mereka.
Menurut Sudiana, pawai Ogoh-ogoh merupakan bentuk kesadaran manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu. Hal itu juga bermakna penyucian alam semesta yang meliputi kekuatan bhuana agung (alam raya) dan bhuana aliti (diri manusia).
"Dalam pandangan tatwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia," ujar dia.