Polisi Klaim Kualitas Uang Palsu Turun dan Mudah Dikenali

Para tersangka pembuat dan pengedar serta pengedar uang palsu yang ditangkap polisi saat diperlihatkan kepada pers di Jakarta pada Jumat, 16 Maret 2018.
Sumber :
  • VIVA/Fajar Ginanjar

VIVA – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mengeluarkan uang Rp25 juta untuk meringkus pengedar uang palsu jaringan Jakarta-Jawa Barat.

Uang itu semacam modal karena jaringan tersebut menerapkan nilai tukar satu lembar uang asli dengan empat lembar uang palsu. Polisi yang pura-pura membeli diminta menyediakan uang asli Rp25 juta untuk ditukar dengan Rp100 juta uang palsu.

"Kita beli sepuluh ikat uang palsu dengan uang asli Rp25 juta. Saat mereka jual uang palsu, mereka memang meminta nilai tukar satu banding empat," Kepala Sub Direktorat IV Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Polri, Komisaris Besar Polisi Wisnu Hermawan, di Jakarta pada Jumat, 16 Maret 2018.

Polisi tentu mendapatkan kembali uang asli Rp25 juta yang hanya untuk umpan itu, setelah berhasil meringkus para tersangka.

Komplotan yang hanya terdiri dari enam orang itu terbilang baru di bidang peredaran uang palsu. Belum ada sama sekali uang palsu yang mereka produksi yang beredar di masyarakat.

"Setiap nomor seri uang, terdaftar di Bank Indonesia. Dan nomor-nomor seri uang palsu ini belum pernah beredar di wilayah Indonesia," ujarnya.

Menurut Wisnu, peredaran uang palsu di Indonesia sudah semakin menurun dalam tiga tahun terakhir. Polisi telah meringkus, antara lain jaringan Jawa Tengah, Madura, dan Jawa Timur. Kualitas uang palsu yang diproduksi juga semakin menurun dan bisa dengan mudah dikenali oleh orang biasa.

"Kenapa semakin menurun? Karena yang bisa buat uang palsu yang bagus sudah ditahan sekarang di penjara," katanya.

Polisi meringkus komplotan yang terdiri dari pengedar, pembuat, dan pemodal. Para pelaku ditahan di Bareskrim Mabes Polri dengan barang bukti uang palsu sebesar Rp100 juta, telepon seluler, laptop, sepeda motor, dan pencetak.

Para pelaku terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 36 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, serta Pasal 55 KUHP. (mus)