Pemerintah Aceh Diminta Tolak Investasi BPKH di Arab Saudi
- REUTERS/Ahmed Jadallah
VIVA – Anggota DPR RI asal Aceh, M Nasir Djamil meminta Pemerintah Aceh untuk menolak rencana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang ingin berinvestasi di tanah wakaf milik rakyat Aceh, di Mekkah. Bentuk investasinya adalah pembangunan hotel di atas tanah wakaf tersebut.
Penolakan itu sehubungan dengan pernyataan Kepala BPKH, Anggito Abimanyu, seusai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pertemuan itu salah satunya membicarakan rencana investasi terhadap tanah wakaf Aceh di Mekah.
"Saya rasa ini merupakan isu yang sangat sensitif bagi masyarakat Aceh. Kalau benar rencana BPKH itu maka Gubernur sebagai Kepala Pemerintahan Aceh wajib menolaknya," ujar Nasir melalui pesan tertulis yang diterima VIVA, Minggu, 11 Maret 2018.
Menurutnya, BPKH harusnya paham dan mengerti sejarah dan peruntukan tanah wakaf ini, sebelum mengajukan rencana investasi. Sebab, tanah wakaf itu punya historis dan hubungan emosional yang sangat kuat dengan rakyat Aceh.
Selama ini, jemaah haji asal Aceh selalu mendapatkan hadiah berupa uang dari hasil pengelolan tanah wakaf tersebut. "Jika rencana investasi tidak sesuai dengan ikrar wakaf dan peruntukan maka rakyat Aceh berhak menolaknya," katanya.
BPKH, kata Nasir, harus lebih sensitif terhadap perasaan masyarakat Aceh. Hal ini penting dikarenakan ingatan kolektif masyarakat Aceh terkait wakaf dan sumbangan yang diserahkan dan atau dikelola oleh Pemerintah Pusat dalam sejarahnya selalu melahirkan kekecewaan bagi masyarakat Aceh.
"Jangan sampai nanti investasi terhadap tanah wakaf milik Aceh menjadi sebab lahirnya kekecewaan yang baru karena tidak adanya ruang keadilan atau keuntungan secara materi dan immateri bagi masyarakat Aceh," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Protokol Pemerintah Aceh, Mulyadi Nurdin mengatakan Pemerintah Aceh akan pelajari dulu bagaimana rencana pengelolaan tanah wakaf Aceh di Saudi yang akan dilakukan oleh pemerintah RI, dalam hal ini BPKH.
"Itu sudah ada akadnya, dan tercatat di kerajaan Arab Saudi, pengelolaannya adalah untuk kemaslahatan jemaah haji asal Aceh," kata Mulyadi.
Rencana kerjasama investasi antara pemerintah Indonesia dengan pengelola majmuah waqaf asyi di Arab Saudi, menurut Mulyadi harus melibatkan Pemerintah Aceh dalam prosesnya. Agar bisa dijelaskan kepada rakyat Aceh bagaimana perkembangannya kedepan.
Apalagi hal itu agak sensitif di kalangan rakyat Aceh, jadi harus dapat dijelaskan secara transparan. Dan itu harus diketahui dan menjadi bahan pertimbangan dari BPKH.
"Kita yakin pihak pengelola Majmuah Waqaf Asyi tidak sembarangan menerima tawaran dari pemerintah indonesia jika tidak sesuai dengan akad dari pemberi wakaf tanah tersebut," sebutnya.