KPK Kantongi Daftar Ketua Fraksi di DPR Penikmat Uang E-KTP

Petugas membersihkan logo Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku telah mengantongi nama-nama yang diduga ikut kecipratan uang korupsi proyek e-KTP. Termasuk nama-nama Ketua Fraksi di DPR yang disebut telah mendapatkan fee dari proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut.

Sebelumnya, mengenai jatah fee e-KTP bagi para Ketua Fraksi diungkap oleh terpidana Muhammad Nazaruddin saat bersaksi untuk terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 19 Februari 2018. Bahkan, di persidangan, mantan Bendum Partai Demokrat tersebut menyebut besaran fee untuk ketua fraksi tidak sama atau bervariasi.

"Gini, kalau informasi tentang dugaan jatah pada pihak-pihak tertentu itu sudah kami dapatkan sejak penyidikan," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya Senin malam, 19 Februari 2018.

Febri juga mengakui nama-nama penerima aliran uang haram dari proyek e-KTP ini juga sudah diuraikan dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Dalam dakwaan itu disebutkan bahwa proyek e-KTP dikuasai oleh tiga partai yakni Partai Golkar, PDIP dan Partai Demokrat.

Tak hanya itu dalam dakwaan disebutkan bahwa PDIP menerima Rp80 miliar, Partai Golkar senilai Rp150 miliar dan Partai Demokrat sebanyak Rp150 miliar.

Sedangkan saat pembahasan proyek ini bergulir Ketua Fraksi PDIP dijabat Puan Maharani, Partai Golkar dijabat Setya Novanto dan Ketua Fraksi Partai Demokrat dijabat oleh Anas Urbaningrum, dan digantikan Jafar Hafsah.

"Sudah kami uraikan di dakwaan, tetapi kami kan perlu membedakan antara misalnya dalam satu pertemuan pihak-pihak tertentu dikatakan ada rencana jatah atau lokasi untuk orang-orang tertentu itu kita uraikan sebagai bentuk pembuktian ada indikasi persekongkolan sejak proses pembahasan anggaran ataupun proses pengadaannya," kata Febri.

Meski telah diuraikan dalam dakwaan, dikatakan Febri, pihaknya, tetap harus berhati-hati dalam menjerat pihak yang diduga ikut terlibat. Menurut Febri, instansinya perlu waktu untuk membuktikan semua keterlibatan para pihak-pihak tersebut.

"Apakah orang-orang itu akhirnya terima sejumlah uang atau sejumlah fasilitas hal itu tentu perlu pembuktian lebih lanjut itulah yang sedang kita lakukan saat ini," kata Febri. (ren)