Ketua DPR: Pasal Penghinaan Semacam UU Pers untuk Wartawan
- VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur.
VIVA – Ketua DPR, Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan, pasal pemidanaan terhadap perorangan atau badan usaha, karena merendahkan kehormatan DPR tak perlu dipersoalkan. Sebab, DPR tetap menerima kritik.
"Jadi, tidak ada yang perlu dipersoalkan. Kalau mengkritik boleh, kalau yang enggak boleh adalah menghina," kata Bamsoet di gedung DPR, Jakarta, Selasa 13 Februari 2018.
Ia pun mengingatkan di beberapa negara ada pasal sejenis, seperti menjaga kewibawaan lembaga negara seperti contempt of court. Sementara itu, di DPR RI diatur contempt of parliament.
"Setiap profesi harus mendapatkan perlindungan hukum, termasuk anggota Dewan. Perlindungan ini juga telah dimiliki oleh wartawan sebagaimana diatur dalam UU Pers No. 40 tahun 1999," kata Bamsoet.
Ia melanjutkan, wartawan dalam menjalankan tugasnya tidak dapat dipanggil oleh polisi, tetapi dapat dipanggil oleh Dewan Pers. Selain pers, contoh lainnya misalnya hak imunitas juga dimiliki oleh advokat dalam menjalankan tugasnya sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 tahun 2003.
"Wartawan kalau kamu dikritik, marah apa enggak, kalau kamu dihina marah. Nah, siapa yang akan membela kehormatan kamu? Dewan pers kan, itulah jawabannya. Terkait pelaporan pidana, boleh apa enggak saya melaporkan wartawan ke penegak hukum atas tugas-tugasnya? Enggak boleh," kata Bamsoet.
Menurutnya, UU Pokok Pers jelas mengatur wartawan dalam pengerjaannya tidak boleh dilaporkan ke penegak hukum. Tetapi, harus dilaporkan ke dewan pers dan melakukan pembelaan di dewan pers.
"Sama enggak kalau DPR, DPR profesi bukan? Sama aja kan, simpel kan. Sama, kalau ada yang menghina, saya akan tuntut, itu hak dasar saya, saya akan melapor ke Dewan Pers, atau Dewan Pers membela saya untuk melapor ke aparat penegak hukum karena ada yang telah menghina saya. Bukan hanya DPR, tetapi setiap profesi memerlukan perlindungan atas kehormatannya, karena beda penghinaan sama kritik," kata Bamsoet.