DPRD DIY: Aksi Serang Rumah Ibadah Bukan Kriminal Biasa

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto jenguk korban penyerangan gereja Sleman, Minggu, 11 Februari 2018.
Sumber :
  • VIVA/Daru Waskita

VIVA – Aksi penyerangan terhadap jemaat dan pastor yang sedang menggelar Misa pada Minggu pagi, 11 Februari 201, mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, di antaranya DPRD DIY.

Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, mengatakan aksi kekerasan yang dilakukan siapa pun atas nama apa pun tidak bisa dibenarkan. Tindakan tegas aparat keamanan diperlukan agar rasa aman warga Yogyakarta bisa dihadirkan.

"Apa pun motifnya, aksi teror dalam segala bentuknya, khususnya yang mengganggu kegiatan ibadah, tidak boleh terjadi lagi. Ini bukan kriminal bisa, tapi sudah aksi teror yang tidak hanya merusak, melukai korban, tapi juga mengoyak kerukunan masyarakat serta bisa menimbulkan rasa takut di tengah masyarakat," kata Eko.

Eko melanjutkan, dukungan sepenuhnya diberikan kepada aparat penegak hukum agar bisa bekerja mengungkap aksi teror ini. “Aparat kita dukung menjalankan proses hukum agar pelaku beserta aktor aktor di belakangnya bisa diungkap,” katanya.

Eko Suwanto menegaskan siapa pun yang melakukan tindakan teror terhadap orang yang sedang melakukan ibadah, apalagi ini dilakukan ditempat ibadah, adalah tindakan keji, brutal dan jahat. "DPRD DIY mengecam aksi teror ini," ujarnya.

Guna mengetahui lebih mendalam terkait penanganan kekerasan dan aksi teror ini, Komisi A DPRD DIY akan mengagendakan rapat kerja bersama Pemda DIY dan stakeholder terkait untuk mengungkap aktor dan motif pelaku, mendukung polri dan aparat penegak hukum tegas menghadapi terorisme serta merumuskan strategi untuk mengantisipasi agar aksi teror, kekerasan dan intoleransi tidak terjadi lagi.

"Kepada masyarakat, kita ajak untuk bersatu padu melawan berbagai bentuk aksi kekerasan dan teror. Kita harap masyarakat tidak panik. Ayo kita hidupkan lagi siskamling untuk mendukung aparat ciptakan kondisi yang damai," katanya.

Sementara itu, Gugun El Guyanie, Sekretaris LPBH PWNU DIY, menyatakan peristiwa penyerangan umat yang sedang beribadah di Gereja St Lidwina tidak perlu dikait-kaitkan dengan agama tertentu. Karena tidak ada satu pun agama yang mengajarkan pembunuhan. Tidak ada kekerasan atas nama agama. 

"Jangan kaitkan juga penyerangan gereja dengan agenda politik dari kelompok tertentu. Tidak ada misi politik yang melegalkan cara-cara bajingan untuk merebut kekuasaan," ujar Gugun.

Dosen Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu juga mengatakan, kekerasan, kejahatan dan penyerangan harus diusut tuntas oleh aparatur penegak hukum agar tidak menjadi isu memojokkan kelompok agama tertentu atau kelompok politik tertentu.

"Negara harus tegas bahwa penyerangan ini bentuk pidana, harus dihukum, apa pun motifnya," ucapnya.

Tahun 2018 adalah tahun politik, tahun 2019 adalah tahun pemilu, tahun puncak pertarungan kubu-kubu politik yang akan berkuasa. Sehingga jangan ada sandiwara berkostum agama untuk bertanding secara tidak fair di tahun politik ini. 

"Hukum adalah panglima, agar pertandingan di tahun politik tidak menjadi liar. Supremasi hukum harus berdiri istiqamah, agar agama tidak dibawa-bawa untuk urusan berebut takhta," katanya. (ase)