KPK Ogah Rekomendasikan Nazaruddin Bebas dari Bui
- ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi memutuskan menolak memberi rekomendasi asimilasi kerja sosial dan bebas bersyarat terhadap terpidana korupsi, Muhammad Nazaruddin.
Penolakan ini dilakukan setelah Pimpinan KPK lakukan kajian dan diskusi internal dengan penyelidik, penyidik, dan penuntut atas surat permintaan rekomendasi yang dikirimkan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan atau Dirjen Pas Kementerian Hukum dan HAM beberapa waktu lalu.
"Kami tidak akan berikan rekomendasi. Kami tidak akan rekomendasikan itu," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kantornya, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 9 Februari 2018.
Agus menegaskan KPK tak akan memberi rekomendasi jika diminta oleh Ditjen Pas. "Kalau minta pertimbangan KPK, KPK tidak akan berikan rekomendasi itu," kata Agus.
Agus menjelaskan alasan pihaknya menolak memberikan rekomendasi supaya Nazaruddin memperoleh asimilasi dan pembebasan bersyarat.
Diketahui, mantan Bendum Partai Demokrat itu telah mendapat pemotongan masa hukuman atau remisi sebanyak 28 bulan sejak 2013 hingga 2017.
Menurut Agus, pemberian asimilasi dan pembebasan bersyarat tak sebanding dengan kejahatan yang telah dilakukan Nazar. Meskipun, Nazar telah menjadi Justice Collaborator dan whistleblower sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK, termasuk kasus e-KTP.
Nazar diketahui divonis atas dua kasus korupsi berbeda. Pertama, pada 20 April 2012, mantan anggota DPR itu divonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp200 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Nazar terbukti menerima suap Rp4,6 miliar yang diserahkan mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris kepada dua pejabat bagian keuangan Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Fury.
Selain itu, Nazar juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI, yang kini berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring, memenangi lelang proyek pembangunan wisma atlet SEA Games 2011 dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman Nazaruddin, dari 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp200 juta menjadi 7 tahun penjara dan Rp300 juta.
Saat menjalani masa hukuman ini, Nazar kembali divonis pada 15 Juni 2016 atas kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. Dia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara.
Nazar terbukti menerima gratifikasi dari PT DGI dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di bidang pendidikan dan kesehatan yang jumlahnya mencapai Rp40,37 miliar.
Dari uang tersebut, bos Permai Grup itu membeli saham PT Garuda Indonesia sekitar tahun 2011 menggunakan anak perusahaan Permai Grup.
"Remisi sudah banyak sekali. Ya seharusnya imbang juga (dengan) kesalahan," kata Agus.