Hasil Sementara Analisis Kejiwaan Penganiaya Ulama

Dokter kejiwaan Leony Widjaja di acara ILC tvOne.
Sumber :
  • tvOne

VIVA – Kasus penganiayaan terhadap tokoh agama di Jawa Barat ramai diperbincangkan. Tercatat, dalam sepekan ada dua kasus penganiayaan yang korbannya adalah ustaz.

Kasus pertama terjadi kepada Pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Umar Basri (Mama Santiong). Ia menjadi korban penganiayaan usai salat Subuh di masjid pada Sabtu 27 Januari kemarin.

Polisi menangkap pelaku penganiayaan bernama AU yang kemudian diidentifikasi kemungkinan lemah ingatan. Kini, kondisi Kiai Umar semakin membaik dan pelaku sudah ditahan.

Kemudian muncul kasus baru yang bahkan menyebabkan meninggalnya Komando Brigade PP Persis, Ustaz Prawoto. Prawoto meninggal dunia setelah sempat menjalani perawatan di rumah sakit akibat dianiaya seorang pria pada Kamis 2 Februari 2018 pagi. Pelaku berinisial AM melakukan pemukulan terhadap korban dengan menggunakan linggis. Dugaan sementara polisi, pelaku juga mendapat gangguan jiwa.

Salah seorang dokter kejiwaan yang menangani kedua pelaku bernama Leony Widjaja membeberkan hasil sementara pemeriksaan kejiwaan kedua pelaku. Untuk pelaku berinisial AM, dirinya baru melakukan pertemuan satu kali. Dari pemeriksaan, AM dapat menjawab pertanyaan dirinya secara umum.

"Untuk tuan AM saya bertemu satu sekali. Tuan AM dapat menjawab pertanyaan yang umum. Namun secara khusus terkait kasusnya tuan AM tidak menjawab," kata Leony dalam diskusi di Indonesia Lawyer Club di tvOne, Selasa 6 Februari 2018.

Ia pun menuturkan, tertutupnya AM untuk diperiksa terkait kasusnya bisa saja karena dia takut. Dari informasi yang ia peroleh dari lingkungan sekitar, dirinya juga mendapati fakta bahwa AM adalah seorang yang rajin beribadah.

"Dia tidak mabuk dan menggunakan narkoba. Memang kadang berperilaku aneh dan mudah marah. Untuk hasil pemeriksaan sementara tuan AM seorang yang mengidap gangguan kepribadian. Walaupun gangguan perasaan belum dapat diperoleh karena itu kami butuh observasi," ujarnya.

Sementara itu, untuk pelaku lainnya berinisial AU, dirinya mendapati keterangan dari pihak keluarga bahwa yang bersangkutan menderita gangguan jiwa sejak berusia 25 tahun dan pernah dirawat di rumah sakit selama 26 hari pada medio pertengahan tahun 2017.

"Jadi kurang lebih sudah 38 tahun (alami gangguan jiwa). Pernah dirawat 26 hari pada pertengahan tahun 2017. Tapi yang bersangkutan tidak pernah lagi berobat sehingga kurang terkontrol," katanya.

Dari gejala yang muncul, ia pun menjelaskan AU sering melamun, mudah marah dan suka berbicara yang tidak nyambung. Waktu pertama dilakukan pemeriksaan, AU tidak bisa diajak berbicara.

"Dia waktu pertama sangat tidak bisa (diajak bicara). Beberapa hari lalu mulai agak bisa tapi sangat sangat minim yang dia jawab. Untuk awal nyambung tapi belakangan tidak," katanya.

Dari hasil observasi sementara, ia pun menyimpulkan bahwa AU mengalami gangguan jiwa berat. Sebab, dari awal dimasukkan ke dalam rumah sakit hingga kini kondisi AU masih sama.

"Kesimpulan sampai hari ini Pak AU ada di RS dan sampai hari kedelapan kondisinya masih sama saat datang. Kesimpulan saya sementara yang bersangkutan menderita gangguan jiwa berat," katanya.

Mengenai alibi seseorang mengaku gangguan jiwa agar proses hukum tidak berjalan, katanya, hal ini bisa saja terjadi. Namun, menurutnya hal itu akan cepat diketahui jika seseorang bersandiwara mengaku mengalami gangguan jiwa. "Bisa saja bersandiwara tapi agak sulit pasti ada celahnya," ucapnya.