Ada yang Mengaitkan Kasus Penganiayaan Ulama di Jabar

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Polisi Umar Surya Fana
Sumber :
  • VIVA.co.id/Syaefullah

VIVA – Kasus ancaman dan penganiayaan terhadap sejumlah ulama terjadi di wilayah Jawa Barat dalam sepekan terakhir ini. Sebut saja kasus penganiayaan terhadap pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Umar Basri (Mama Santiong). Ia menjadi korban penganiayaan usai salat Subuh di masjid, Sabtu, 27 Januari 2018. Pelakunya bernama Asep.

Kemudian kasus kedua yaitu penganiayaan terhadap Komando Brigade PP Persis, Ustaz Prawoto di Bandung, Jawa Barat. Korban meninggal dunia akibat dianiaya seorang pria bernama Asep Maftuh (45), Kamis, 1 Februari 2018. Pelaku memukul korban dengan pipa besi hingga tewas.

Ironisnya, dari dua kasus penganiayaan yang melibatkan tokoh agama di Jabar itu, pelakunya diduga mengalami gangguan kejiwaan.

Direktur Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Umar Surya Fana, mengakui ada pola-pola yang dibentuk dengan menghubungkan peristiwa itu satu sama lainnya. Seolah peristiwa penganiayaan dua ulama di Bandung memiliki pesan dan motif tertentu. Apalagi, Jawa Barat tengah menghadapi Pilkada 2018.

Menurut Umar, setidaknya ada lima peristiwa dugaan penganiayaan dalam waktu berdekatan, yang melibatkan ulama atau santri di wilayah Jawa Barat. Pertama, kasus penganiayaan KH Umar Basri di Cicalengka, penganiayaan Ustaz Prawoto di Bandung, kasus ancaman pemuda bernama Lukman menodongkan pisau kepada santri dan ustaz Marwanto di Masjid Tawakkal 1 Kota Bandung.

Kemudian kasus dugaan pengeroyokan santri oleh enam orang di Garut, dan kasus wanita berhijab mondar-mandir di kawasan Sentul City diamankan petugas dengan membawa senjata tajam.

Menurut Umar, dari hasil penyelidikan dan telaah alat bukti di lapangan sesuai koridor Pasal 184 KUHAP, tidak ditemukan adanya keterkaitan kasus penganiayaan satu sama lain, begitu juga dengan motif dan tujuan tertentu.

"Tidak ada bukti formil (motif tertentu penganiayaan ulama di Jabar) dan secara scientific kami belum ketemu linknya," kata Umar di Indonesia Lawyer Club (ILC), Selasa malam, 6 Februari 2018.

Ia memastikan bahwa penyidik tidak bisa sembarangan dalam menentukan suatu perkara. Didahului dengan melihat tempat kejadian, analisis perkara, riset alat bukti sesuai koridor Pasal 184 KUHAP. "Justru ada tren yang menjadikan pola ini dicocok-cocokan, yang penting nyambung, ramai di medsos," tegasnya