Wakil Ketua DPR: Potong Gaji PNS untuk Zakat Bisa Ruwet
- VIVA.co.id / Fajar GM
VIVA – Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan menanggapi kebijakan Jokowi yang akan memotong 2,5 persen gaji PNS muslim untuk zakat. Menurutnya, permasalahan pengaturan di dalamnya akan sangat kompleks dan ruwet.
"Ini yang harus ditata. Zakat itu sebenarnya antara satu sisi kesadaran fardhu, keharusan. Cuma harus diatur juga bagaimana mekanismenya jangan sampai ini menjadi di generalisir," kata Taufik di gedung DPR, Jakarta, Selasa 6 Februari 2018.
Ia mencontohkan misalnya harus jelas lembaga mana yang ditugasi mengerjakan pemotongan zakat PNS muslim. Lalu perlu juga dilakukan koordinasi antar pemerintah untuk menghindari perbedaan pandangan soal zakat.
"Nanti pandangan zakat menurut MUI beda Kemenag. Nanti menag beda dengan ASN. Mungkin beda dengan Menkeu. Nah ini harus disatukan. Harus dalam bentuk paling tidak Kepres atau PP atau ketentuan perundangan yamg ada juga," kata Taufik.
Ia menilai pemotongan gaji PNS ini perlu ada komitmen, kebersamaan, dan keikhlasan. Ia mempertanyakan bagaimana kalau yang bersangkutan sudah berzakat di tempat lainnya.
"Ini juga perlu diatur. Dia mungkin ada kebiasaan yang dia lakukan tanpa harus ada pemerintah, menteri, dia sudah ada kesadaran pajak untuk zakat, pajak akhirat itu kan zakat. Tapi kemudian kalau ditambah lagi dipotong gaji ini kan jadi overlapping banyak hal," kata Taufik.
Ia menegaskan bukan berarti tak setuju dengan rencana kebijakan ini. Tapi harus diatur lebih dulu sehingga kalau ada yang melanggar dan taat ada hukuman dan penghargaannya. Sebab persoalan ini dianggap kompleks.
"Jangan hanya sekadar melempar wacana menurut saya. Itu harus dikonkretkan dan harus berhati-hati dalam ber-statement," kata Taufik.
Menurutnya, kalau memang menjadi kewenangan Menteri Agama maka cukup Menteri Agama saja yang mengatur. Kalau urusan Kementerian Agama juga 'dicampuri' Kementerian Keuangan maka dianggap terlalu kompleks.
"Bukan tidak setuju. Setiap muslim itu wajib mengeluarkan zakat 2,5 persen. Tapi bagi yang belum ada peraturan pastikan semua muslim sudah melakukan itu. Yang maksud saya ngaturnya nanti sampai ke teknis pelaksanaan rigid sekali, bisa overlapping, bisa juga nanti persetujuan Menkeu, Dirjen Pajak, Kementerian lintas sektor lain. Kelihatannya gampang, pelaksanaanya sangat ruwet," kata Taufik.